androidvodic.com

Dampak Perang Siber Semakin Mengkhawatirkan, Ini Kata Pengamat - News

Laporan wartawan News, Endrapta Pramudhiaz

News, JAKARTA - Diskusi mengenai angkatan perang keempat yang berfokus pada pasukan siber, dinilai harus mulai digencarkan.

Pengamat teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan, hal itu tak lepas dari perang siber yang dinilai akan lebih besar dampaknya dan lebih masif bagi Indonesia.

"Kia perlu juga mendiskusikan soal angkatan keempat ini selain darat, laut, dan udara," kata Heru, Jumat (18/8/2023).

Baca juga: Gedung Putih Gelar Lomba Siber Berbasis AI untuk Tangkis Peretas

"(Terlebih) Indonesia yang secara transformasi digital sudah sangat aktif, sangat giat, mempercepat transformasi digitalnya. Apalagi masa pandemi covid kemarin, Presiden Jokowi mengatakan kita akan mempercepat proses transformasi digital," lanjutnya.

Adapun yang disampaikan Heru ini merespons perkataan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono yang menyinggung ketiadaan angkatan keempat di RI.

Baca juga: Komisi I DPR Respons Usulan Pembentukan Angkatan Siber: Ini Menarik tapi Perlu Kajian Ilmiah

Heru kemudian mengatakan, diskusi mengenai pasukan siber ini sejatinya telah terjadi sejak lama, kira-kira 10 tahun lalu.

Diskusi itu berangkat dari kesadaran pemerintah yang telah menganggap bahwa serangan yang dilakukan di dunia maya itu dianggap serangan terhadap di dunia nyata.

Saat itu, akhirnya pemerintah memutuskan lembaga sandi negara perlu direvitalisasi, sehingga kemudian yang disebut pasukan siber itu tugas dan fungsinya dimasukkan ke dalam Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

"Tapi, apa yang disampaikan Pak Hendropriyono tentu menjadi pertimbangan lagi nih. Apakah BSSN sekarang tugasnya sudah maksimal atau optimal untuk memberikan perlindungan terhadap keamanan siber di Indonesia," kata Heru.

Ia pun bercerita bagaimana Indonesia seringkali berhadapan dengan negara lain perihal serangan siber.

Saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ramai perang siber dengan Australia, di mana para peretas Indonesia menyerang fasilitas penting di Negeri Kanguru tersebut.

Kepolisian dan lembaga intelijen Australia diserang hingga beberapa situs milik mereka jatuh.

Ketika Indonesia diserang balik, Heru mengatakan, RI ternyata juga tidak siap.

"Waktu itu sempat situs BI jatuh, situs Kemenkumham jatuh, situs kepolisian, kemudian juga situs KPK tapi kemudian bisa bertahan," kata Heru.

Lalu, pernah juga ada serangan siber dari peretas Indonesia ke situs-situs Malaysia. Namun, ketika diserang balik, ternyata tidak siap juga keamanan sibernya.

Jadi, menurut Heru, memang perlu ada peningkatan keamanan siber di Indonesia apabila suatu saat RI diserang oleh peretas dari negara lain.

"Selain juga pertahanan paling baik kan menyerang, tapi paling tidak pertahanan siber kita harus ditingkatkan sambil kita juga menyiapkan benar-benar ada cyber army. Karena banyak hacker dari negara lain yang difasilitasi oleh negara sebenarnya," ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat