androidvodic.com

Minuman Berpemanis Bakal Kena Cukai Tahun Depan, Bagaimana Nasib Penjual Es Teh di Pinggir Jalan? - News

Laporan Wartawan News, Ismoyo

News, JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji menerapkan pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan.

Namun, khusus untuk para pedagang MBDK skala kecil yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan bakal dibebaskan dari pungutan.

Contohnya seperti para pedagang es teh ataupun sejenisnya yang kerap menggunakan cup sealer alias mesin pres.

Baca juga: Ekonom INDEF Soroti Rencana Pemerintah Genjot Penerimaan Cukai Tahun 2024

"Kemarin jadi pertimbangan kami juga, warteg yang jual minuman press itu dikaji dulu," ujar Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Kemenkeu Mohammad Aflah Fahrobi di Cianjur, Selasa (26/9/2023).

"Orang yang jual minuman di-press yang mesinnya harganya Rp2 juta hingga Rp3 juta apakah itu dikenakan? Untuk tahap awal, dalam kajian kami ini belum," sambungnya.

Diketahui, Pemerintah berencana mulai menerapkan pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan.

Meski tarif cukai dan skema pemungutannya masih belum jelas, objek cukai minuman berpemanis berpotensi akan lebih besar.

Adapun, rencananya minuman dengan kadar gula yang lebih tinggi akan dikenakan tarif cukai yang lebih tinggi pula.

Pasalnya, semakin tinggi kadar gula dari produk minuman tersebut, maka semakin berbahaya pula bagi kesehatan.

Sayangnya, Kemenkeu tidak merinci barang apa saja yang masuk dalam pungutan cukai minuman berpemanis tersebut.

Namun yang jelas, pemerintah akan selalu berdiskusi dengan DPR terkait dengan rencana implementasi cukai minuman berpemanis.

Terlebih, pemerintah harus menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mendukung implementasi pungutan cukai minuman berpemanis tersebut. Sehingga, implementasinya masih membutuhkan waktu dan persiapan yang panjang.

"Ini memang kami sudah dapat mandat untuk melakukan pemungutan cukainya. Sekarang kami tahap penyiapan regulasi, dan pemetaan gimana besar dampaknya," papar Aflah.

"Dan kami akan simulasikan penerapannya seperti apa dan lingkupnya seperti apa," pungkasnya.

Sebagai informasi, alasan kesehatan menjadi latar belakang utama perlu adanya estensifikasi cukai MBDK.

Merujuk Buku II Nota Keuangan RAPBN 2024, prevelensi diabetes melitus di Indonesia meningkat sebesar 30 persen hanya dalam waktu 5 tahun sejak 2013 sampai 2018, berdasarkan dara Riset Kesehatan Dasar Terakhir.

Dalam rangka mengendalikan konsumsi atas barang-barang yang dianggap menimbulkan dampak negatif di bidang kesehatan, pemerintah mengusulkan kebijakan ekstensifikasi cukai berupa MBDK pada tahun depan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat