Pengamat: Perbankan Tidak Baik-baik Saja, Risiko Likuiditas dan Biaya Operasional Makin Memberatkan - News
News, JAKARTA - Industri perbankan saat ini dinilai tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Risiko likuiditas dan kenaikan biaya operasional semakin memberatkan.
Demikian hal ini diungkapkan Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri.
Deni menyebut, saat ini, industri perbankan sedang tidak baik-baik saja. Risiko likuiditas dan kenaikan biaya operasional semakin memberatkan.
Baca juga: OJK Cabut Izin Asuransi Jiwa Proliferasi
Ahmad Deni Daruri pun menyoroti press release yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Oktober 2023 (SP 163/GKPB/OJK/X/2023).
Dalam keterangan resminya, OJK menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil didukung permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga di tengah ketidakpastian global.
Menurut Deni, hal itu memperlihatkan OJK kurang jeli dalam melihat fenomena yang terjadi.
"Di era suku bunga tinggi, perbankan akan menghadapi risiko likuiditas dan peningkatan biaya operasional. Rasio Sharpe Square Ratio (SSR) adalah metode untuk mengukur kinerja suatu portofolio," kata Deni, Kamis (9/11/2023).
Baca juga: 12 Dana Pensiun Pengelolaannya Bobrok, OJK: 7 Dari BUMN
Seperti diketahui, rasio SSR berguna untuk mengukur seberapa besar proporsi dana pihak ketiga (DPK) yang harus disimpan oleh bank di Bank Indonesia (BI), sebagai cadangan.
Dikatakan Deni, semakin tinggi rasio SSR, maka semakin rendah likuiditas bank yang bersangkutan. Artinya, semakin tinggi pula biaya operasional bank tersebut. Bank Indonesia (BI) menetapkan besaran rasio SSR yang berbeda untuk setiap jenis simpanan.
"Jika tingkat suku bunga naik, maka DPK akan berpindah dari simpanan berjangka pendek ke jangka panjang yang bunganya lebih tinggi," terang Deni.
Hal ini, lanjutnya, meningkatkan rasio SSR bank, karena simpanan berjangka panjang memiliki rasio SSR lebih tinggi ketimbang simpanan berjangka pendek.
Untuk itu, kata dia, bank harus mengelola komposisi DPK-nya agar tidak terlalu terbebani kewajiban SSR. Kinerja sektor keuangan yang jauh dari moncer memperlihatkan tidak jelinya OJK akan permasalahan sektor keuangan di Indonesia.
Baca juga: Dukung Road Map Industri Perasuransian OJK, PAAI Gelar Seminar Hybrid
Hal ini terjadi karena adanya tiga hal penting yang secara struktural justru tidak dijelaskan oleh OJK dengan sistematis. Pertama, meningkatnya risiko sistemik akibat ketidakstabilan ekonomi global, geopolitik, dan bencana alam.
"Kedua, meningkatnya persaingan antara penyedia jasa keuangan, baik konvensional maupun digital. Ketiga, meningkatnya potensi fraud, cybercrime, dan money laundering dalam sektor jasa keuangan," paparnya.
Ketiga hal penting tersebut, tidak dijelaskan detail, karena OJK tidak mengaitkannya dengan empat permasalahan.
Baca juga: OJK: IHSG Melemah karena Rp 6,37 Triliun Modal Asing Keluar dari RI
Pertama, lanjutnya, masih terdapat tantangan dalam mengintegrasikan fungsi pengaturan dan pengawasan antara sektor-sektor jasa keuangan.
Kedua, masih terdapat potensi konflik kepentingan antara OJK dengan pihak-pihak yang diawasi.
"Ketiga, masih ada keterbatasan dalam hal infrastruktur, teknologi, dan anggaran. Keempat, ada celah hukum dan regulasi yang perlu disempurnakan," kata Deni.
Terkini Lainnya
Industri perbankan saat ini dinilai tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Risiko likuiditas semakin memberatkan
Tantangan Koperasi dan UMKM Memasuki Revolusi Industri 5.0, Ini Komitmen PDIP
BERITA REKOMENDASI
Bos OJK: Kinerja Sektor Keuangan Stabil Hingga April 2024
OJK Beberkan Alasan IHSG Melemah 0,53 Persen di April 2024
BERITA TERKINI
berita POPULER
Pengusaha Mal Nilai Peraturan Pembatasan Impor RI Tak Mampu Tangani Masalah Sesungguhnya
Tingkatkan Produksi Migas Nasional, Kepala SKK Migas Inspeksi Langsung Proyek FPSO Marlin Natuna
Tren Pembobolan Data, Ini Jurus BNI Pastikan Keamanan Para Nasabah
Soal Rencana Bea Masuk 200 Persen, Mendag Sebut Masih Dihitung, Bisa 50 Persen
Mendag Sebut 7 Industri yang Jadi Perhatian Khusus