androidvodic.com

Ramai-ramai Warganet Soroti Layanan Bea Cukai, Yustinus Prastowo: Tak Dipungkiri Terjadi Dinamika - News

Laporan Wartawan News, Nitis Hawaroh

News, JAKARTA - Pelayanan Bea Cukai (BC) Soekarno Hatta belakangan menjadi sorotan warganet, usai viral nya kasus pembelian sepatu senilai Rp 10,3 juta namun pemilik barang kiriman harus membayar sebanyak Rp 31,8 juta.

Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah menjelaskan duduk perkara menyoal kasus tersebut.

Dia mengklaim bahwa kasus pengiriman barang sepatu tersebut sudah dinyatakan selesai atau clear. Hal ini Sri Mulyani bagikan dalam akun media sosial Instagramnya.

Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo melalui laman media sosial X turut menjelaskan bahwa Menkeu Sri Mulyani telah memberikan mandat kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk memberikan terobosan baru.

Baca juga: Menkeu Jelaskan Duduk Perkara Kiriman Sepatu Rp 10 Juta Wajib Bayar Bea Cukai Rp 31 Juta

"Pimpinan DJBC diberi tugas memikirkan terobosan-terobosan dalam jangka pendek ini. Kami menyadari masih terdapat kebijakan yang perlu disempurnakan. Ini akan terus dikoordinasikan dengan instansi terkait," kata Prastowo dikutip dalam akun X nya, Minggu (28/4/2024).

Prastowo pun tak memungkiri bahwa di lapangan masih terjadi dinamika terlebih lagi soal bea dan cukai. Untuk itu, pihaknya berkomitmen terus menyosialisasikan kepada masyarakat.

"Di lapangan juga tak dimungkiri kadang terjadi dinamika. Hal yang terus diupayakan untuk dilakukan perbaikan. Kami juga berkomitmen untuk terus menyosialisasikan kebijakan, menyempurnakan prosedur, dan mengajak para pemangku kepentingan untuk bersama-sama memperkuat layanan publik," tuturnya.

Selain itu, Prastowo pun membuka ruang bagi warganet terkait masukan-masukan menyoal pelayanan bea cukai tersebut.

Sontak, sejumlah akun warganet pun membanjiri komentar dari Prastowo.

"Ada masukan konkret," tulis Prastowo.

Pemilik akun @mosidik menuliskan "Menurut saya harus ada “badan pertimbangan aduan”. Jadi orang kalo kena denda bisa mengajukan keberatan, bisa kasih bukti, bisa diajak diskusi, dan ada putusan yang melibatkan yang mengutip dan yang dikutip. Harus transparan, online, dan fast response," tulis dia.

"Mungkin sekarang ada, tapi terbukti enggak efektif dan efisien. Slow response, dan keputusannya sepihak. Baru terasa geraknya kalau viral. Begitu pak masukan konkret dari rakyat kepada (seharusnya) yang melayani rakyat," sambungnya.

Selain itu, akun bernama @ryansddn menuliskan "Ini tolong dikaji lagi pak, menurut pandangan awam saja ya pak. barang yg masuk menurut saya tidak perlu pembeli/ekspedisi yang memberikan nilai barang, toh becuk juga punya referensi harga sendiri," tulis dia.

Menurutnya, kewajiban pembeli/ekspedisi melampirkan harga barang beserta invoice akan diperlukan apabila, bea cukai tidak dapat menaksir harganya, pembeli ingin mengajukan banding karena harga dari bea cukai lebih tinggi dari harga belinya.

"Jadi tidak ada yang merasa dirugikan, bea cukai sudah pakai standar harga sendiri, pembeli punya kesempatan untuk banding harga. Buat apa pembeli yang harus mengajukan nilai harga beli kalau ujung-ujungnya bakal diperiksa bea cukai lagi, dan kalau tidak sesuai bakal dikenakan denda," ucap dia.

"Menurut saya ini membuka peluang untuk importir-importir nakal modifikasi harga dan petugas-petugas nakal mengenakan pajak tambahan dari denda. apa memang sengaja dibuat begitu? supaya ada yang lolos dan ada yang tidak?," imbuhnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat