androidvodic.com

Siapkah Uni Eropa Hadapi Musim Api? - News

Di Eropa, seperti halnya di seluruh dunia, kebakaran hutan meluas dan semakin intens. Pada tahun 2023 saja, api menghanguskan setengah juta hektar hutan dan menyebabkan kerusakan lebih dari USD 4,3 miliar, serta melepaskan 20 megaton emisi CO2 yang menyebabkan pemanasan global, atau setara dengan hampir sepertiga dari seluruh emisi tahunan dari penerbangan internasional di Uni Eropa.

Dengan gelombang panas yang ramai diprediksi akan melanda tahun ini, risiko kebakaran hutan meningkat di seluruh benua. Sesiap apa Eropa menghadapi musim api tahun ini?

"Kebakaran hutan memang semakin parah,” kata Balazs Ujvari, juru bicara Komisi Eropa. "Semakin banyak kita menemukan situasi, di mana negara-negara anggota tidak mampu mengatasi kebakaran secara mandiri.”

Melalui Mekanisme Perlindungan Sipil dan program RescEU, Uni Eropa berusaha membantu negara anggota dalam menangani kebakaran hutan ekstrem.

Tahun lalu, jumlah armada pesawat, helikopter, dan petugas pemadam kebakaran tercatat bertambah dua kali lipat. Pada kebakaran hebat di Yunani, Uni Eropa mengoordinasikan operasi pemadaman di udara yang terbesar hingga saat ini.

Menjelang musim kebakaran tahun ini, Ujvari mengatakan pihaknya sudah menyiagakan 28 unit pesawat, 4 helikopter dan 556 petugas pemadam kebakaran yang ditempatkan di empat negara rawan api. Selain itu, dana tambahan sebesar 600 juta Euro sudah dialokasikan untuk menambah kapasitas pemadaman pada akhir dekade ini.

Da menambahkan, UE juga menyediakan foto satelit dari daerah yang terkena dampak, yang dipasok dari satelit Copernicus, untuk membantu otoritas nasional memantau dan mendeteksi kebakaran hutan.

Pemadaman saja tidak cukup

Namun beberapa ilmuwan dan pakar lingkungan berpendapat, pemadaman bukan satu-satunya cara efektif melawan kebakaran hutan. Saat ini, sekitar 90 persen dana penanggulangan bencana api di Uni Eropa digunakan untuk pemadaman, dan hanya 10 persen yang dialokasikan untuk pencegahan, menurut perkiraan dari anggota parlemen Jerman, Anna Deparnay-Grunenberg.

Insiden kebakaran dii Portugal pada tahun 2017, yang menghanguskan total 500.000 hektar dan memakan korban jiwa lebih dari 100 orang, menyoroti kekeliruan dalam memprioritaskan pendanaan, kata Alexander Held, pakar senior di Institut Kehutanan Eropa.

"Ilmu pengetahuan dan pengalaman mengajari kita bahwa untuk mencegah bencana kebakaran, tidak ada gunanya berinvestasi dalam pemadaman, karena kebakaran tidak dapat dipadamkan. Satu-satunya hal yang dapat Anda lakukan adalah mencegah kebakaran terjadi atau memastikan kebakaran tidak mencapai intensitas di luar kendali,” kata Held.

Untuk itu, UE perlu mendorong lebih banyak pencegahan kebakaran berbasis lahan dan solusi berbasis alam, katanya. "Semakin cepat perubahan iklim yang kita amati, semakin besar pula investasi yang harus kita lakukan untuk membuat lahan tidak mudah terbakar.”

Manajemen kehutanan

Ada banyak metode yang tersedia untuk membangun pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan hutan, menurut Julia Bognar, kepala program penggunaan lahan dan iklim di lembaga pemikir Institute for European Environmental Policy.

Solusinya mencakup penjarangan pohon demi menciptakan ruang di antara pepohonan. Dengan menghilangkan semak kering di atas permukaan tanah melalui pembakaran terukur atau penggembalaan hewan pemamah rumput seperti sapi dan kambing, risiko kebakaran bisa diminimalisir lebih jauh.

Mengurangi praktik monokultur juga terbukti ampuh memitigasi api. Pada kebakaran hutan di Portugal tahun 2017 lalu, adalah perkebunan eukaliptus yang menjadi lokasi awal titik api. "Dengan lebih banyak keanekaragaman pohon dan usia pohon yang lebih tua, hutan memiliki kapasitas yang lebih baik dalam menyimpan air dan mencegah kekeringan,” kata Bognar.

Menurutnya, Eropa sudah mulai mengedepankan pencegahan dalam menanggulangi bencana api. Kebijakan itu termasuk pedoman pengelolaan hutan lestari yang diterbitkan oleh Komisi Eropaq tahun lalu. "Tetapi belum tentu ada upaya bersama di tingkat Uni Eropa untuk mendorong perubahan. Artinya, pencegahan bersifat sangat tidak konsisten di seluruh UE.”

Sejak bencana api tahun 2017, Portugal menjadi yang terdepan dalam upaya pengelolaan hutan, termasuk mendorong penanaman spesies asli yang dapat beradaptasi dengan kebakaran. Pemerintah juga menggiatkan pembangunan sekat api, berupa parit atau lahan kosong vegetasi yang membelah hutan dan membatasi luasnya api.

Namun Jesus San Miguel, peneliti senior di Pusat Penelitian Gabungan Komisi Eropa, mengatakan hambatan utama adalah bahwa Komisi Eropa hanya dapat memberikan saran dan dukungan. Karena pada akhirnya, negara-negara anggotalah yang bertanggung jawab atas pengelolaan hutan dan pencegahan kebakaran.

"Pencegahan adalah proses yang lambat, hal ini kurang terlihat dibandingkan pemadaman kebakaran,” kata San Miguel. "Jadi, ketika ada banyak pesawat pemadam yang bertempur melawan api, pencegahan tetap harus diprioritaskan. Karena biayanya jauh lebih murah."

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat