androidvodic.com

Deteksi Lebih Dini, Peluang Kesembuhan Kanker Payudara Melebihi 90 Persen - News

News – Sebanyak 70-80 persen pasien kanker payudara terlambat mendeteksi kanker dan sudah dalam kondisi stadium lanjut. Padahal, jika terdeteksi lebih dini, maka peluang kesembuhan melebihi 90 persen.

Dokter Spesialis Onkologi Mayapada Hospital dr. Bajuadji, Sp.B(K)Onk, MARS membenarkan bahwa pasien yang datang rata-rata sudah stadium lanjut, yakni stadium tiga atau empat.

“Sangat rendah kesadaran kita. Angka kesadaran soal cancer. Dibuktikan dengan angka kunjungan yang datang ke poli. Ini kenapa? Ada beberapa faktor penyebabnya,” jelasnya secara virtual baru-baru ini.

Menurut dr. Bajuadji, alasan pertama dikarenakan saat ini, kanker payudara sudah ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, jadi pasien berobat lebih berani dan datang ke RS, yang membuat angka kunjungan juga lebih meningkat.

Alasan kedua, pasien malu memeriksakan diri jika ada benjolan di payudara. Kemudian, pasien juga dipengaruhi oleh kesadaran, faktor pendidikan, dan faktor sosial budaya. 

“Hal ini membuat pasien umumnya tak tahu ini suatu tanda-tanda keganasan, apakah tanda-tanda tumor jinak, enggak tahu sama sekali,” katanya. 

Lebih lanjut, dr. Bajuadji juga menjelaskan faktor lainnya yang membuat pasien terlambat datang ke RS karena menggunakan pengobatan alternatif atau herbal, misalnya ke sinshe atau akupuntur, yang sebenarnya tidak terlalu aware dengan adanya benjolan.

Deteksi kanker payudara sedini mungkin, untuk peluang kesembuhan lebih besar

Guna mencegah terjadinya keparahan kanker payudara dibutuhkan deteksi sedini mungkin, misalnya sebelum memeriksakan diri secara medis, perempuan bisa mengecek sendiri dengan Sadari (periksa payudara sendiri). Sementara pemeriksaan medis bisa dilakukan dengan alat mammogram.

Deteksi dini adalah cara paling tepat untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Cara mendeteksi yang paling gampang adalah dengan Sadanis (periksa payudara secara klinis), yang merupakan standar WHO dan harus menggunakan alat mammogram.

“Sebelum pemeriksaan Sadari dan Sadanis, itu kita mesti tahu dulu gejala atau keluhan pada keganasan payudara,” ujar dr. Bajuadji. 

Berbicara gejalanya, 80 persen dari pasien pengidap kanker payudara mengeluh adanya benjolan. Benjolan itu bisa disertai rasa nyeri, bisa juga tidak disertai rasa nyeri atau benjolan di ketiak.

Keluar cairan dari puting susu bisa berwarna merah darah, kuning, putih atau bening, dengan bentuk puting susu masuk ke dalam.

Terdapat juga perubahan bentuk dan permukaan dari payudara, bisa ukurannya menjadi lebih besar dari payudara normal. Umumnya payudara yang sakit, lebih besar ukurannya. Kemudian ada luka di area puting susu (areola) mirip lecet atau luka biasa.

Warna kulit payudara juga menjadi kemerahan, atau seperti gambaran kulit jeruk. Jika ada luka, dr. Bajuadji menyebut paling tidak sudah mencapai stadium 2-3 lanjut.

Faktor risiko dan sederet mitos seputar kanker payudara

Banyak mitos seputar kanker payudara, yang pada umumnya diduga karena memakai bra saat tidur di malam hari. Pemakaian deodoran hingga terlalu banyak konsumsi gula juga disebut-sebut pemicu sel kanker pada payudara.

“Jadi yang tadi disebutkan, bra malam hari kawat atau deodoran atau pewangi, pemakaian bra dan gula, sama sekali tak ada hubungannya, tak ada kaitannya,” ungkap dr. Bajuadji. 

Lantas, apa faktor risiko atau pemicu kanker payudara? Ada sederet penyebabnya, antara lain;

1. Penggunaan pengobatan hormon seperti KB pil, suntik, atau implan. Atau juga pengobatan hormon lainnya, bisa menjadi faktor risiko karena mengganggu keseimbangan hormon. 

2. Faktor risiko lainnya misalnya pasien memiliki riwayat haid pertama kurang dari 10 tahun

3. Menopause di atas usia 50 tahun

4. Anak pertama dilahirkan ibunya usia 35 tahun

5. Wanita yang tak pernah menyusui

6. Perempuan tak pernah melahirkan atau punya anak. 

7. Perempuan punya riwayat operasi payudara itu faktor keganasan juga

8. Genetik

Kanker payudara berdasarkan stadium dan peluang kesembuhan

Stadium 1: Kondisi klinis ukurannya kurang dari 2 cm tak ada penyebaran kelenjar getah bening di ketiak. Angka peluang kesembuhan di atas 90 persen. 

Stadium 2: Kondisi klinis ukuran 2-4 cm. Dan sudah ada penyebaran kelenjar getah bening di ketiak. Angka peluang kesembuhan atau 70-80 persen. 

Stadium 3: Kondisi klinis 4-6 cm atau sudah menyebar menembus ke otot dinding belakang. Sudah ada koreng atau borok di payudara, dan ada penyebaran kelenjar getah bening di ketiak, dan di atas ketiak, bahkan sampai ke leher bagian bawah dan atas.  Itu stadium 3 A, B, dan C. Angka peluang kesembuhan 40-60 persen.

Stadium 4: Berapapun ukuran tumor, sudah ada penyebaran kelenjar getah bening di ketiak, leher bagian bawah dan atas. Dan terjadi penyebaran ke organ jauh, hati, paru dan tulang. Angka peluang kesembuhan 10-20 persen. Pasien mengalami keluhan sesak napas, batuk darah, ada cairan di paru-paru. Angka peluang kesembuhan hanya 10-20 persen. 

“Misalnya kalau menyebar ke hati yang dirasakan mual muntah, berat badan turun drastis, mata kuning kulit kuning, HB turun. Lalu pasien juga terlihat lebih tua dari usia sebenarnya. Dalam 6 bulan pertama, dari 100 pasien hanya 10 orang yang hidup, sisanya meninggal. Karena sudah terjadi gagal organ,” ungkapnya.

Intinya, dr. Bajuadji menegaskan bahwa kanker payudara tidak bisa sembuh total, karena semua kanker pada umumnya tidak bisa sembuh 100 persen. Misalnya, kanker payudara stadium 1, angka pertumbuhannya bisa 98-99 persen, tapi masih 1-2 persen sel-sel kanker yang tidur yang sewaktu-waktu bisa tumbuh lagi dalam beberapa tahun mendatang.

Bahkan kadang tumbuh lagi di organ lainnya, bisa di otak, hati hingga tulang. Jadi pasien yang sudah melakukan pengobatan diharapkan untuk tetap bisa kontrol ke RS.

Pengobatan kanker payudara di Mayapada Hospital

Berkolaborasi melalui tumor board, Mayapada Hospital memiliki tim dokter ahli Konsultan Onkologi berpengalaman guna penanganan kasus pasien bisa dilakukan secara komprehensif sesuai dengan besar tumor dan kondisi pasien.

Tindakan pembedahan dengan kamar operasi tekanan negatif memberikan jaminan keamanan di tengah pandemi. Salah satu terapi pengobatan kanker payudara adalah operasi yang dinamakan mastektomi radikal.

Operasi mastektomi radikal adalah pengangkatan payudara yang terkena kanker dan kelenjar getah bening di sekitarnya. Salah satu komplikasi yang sering terjadi pasca operasi adalah terjadinya limfedema yaitu pembengkakan karena penumpukan cairan pada anggota tubuh.

Dan untuk mencegah limfedema, tindakan Lymphatic Venous Anastomosis/Anastomosis vena limfatik (LVA) bisa dilakukan. LVA

adalah tindakan intervensi bedah mikro advance di mana beberapa pembuluh limfatik dihubungkan (beranastomosis) ke vena kecil di dekatnya.

Dengan menghubungkan pembuluh limfatik yang masih berfungsi ke vena kecil, LVA mencoba untuk melewati pembuluh limfatik yang rusak. 

Setelah itu bisa dilakukan Advance Therapy. Penatalaksanaan kanker payudara juga dilakukan dengan pemberian obat-obatan yang dapat diberikan sebelum atau setelah tindakan pembedahan yang disebut sebagai terapi sistemik karena dapat mencapai sel kanker hampir di mana saja dalam tubuh.

Beberapa dapat diberikan melalui mulut, disuntikkan ke otot, atau dimasukkan langsung ke dalam aliran darah. Tergantung pada jenis kanker payudaranya. Urutannya adalah Operasi, kemoterapi, radiasi, terapi hormonal, dan terapi target. 

Mengenal radioterapi LINAC

Untuk pasien-pasien usia lanjut yang tidak bisa menjalani operasi atau pun kemoterapi, radioterapi merupakan terapi yang relatif aman.

Teknik radiasi eksterna yang digunakan dipersonalisasi dengan jenis penyakit, stadium, dan disesuaikan dengan kondisi tiap individu yang berbeda-beda.

Mayapada Hospital memiliki pesawat radioterapi LINAC (Linear Accelerator) yang dilakukan oleh dokter ahli onkologi radiasi di mana memiliki keunggulan mendistribusi sinar radiasi maksimal pada target sel kanker sehingga pada sel jaringan sehat akan lebih sedikit terkena paparan sinar radiasi.

Akselerator linier (Linear Accelerator, LINAC) adalah alat yang menghasilkan sinar x berenergi tinggi dengan kemampuan ionisasi tersebut (sinar pengion), berasal dari sumber partikel elektron yang dipercepat dan ditabrakkan pada target logam berat sehingga menghasilkan sinar x berenergi tinggi.

Radioterapi dengan menggunakan Linac relatif lebih nyaman dan aman dari segi proteksi radiasi selama memenuhi standar dan regulasi yang ditetapkan, karena ketika alat dimatikan maka tidak ada radiasi yang terpancar, berbeda dengan sumber radioaktif alami yang terus menerus mengeluarkan radiasi.

Sekadar informasi, Oncology Center Mayapada Hospital didekasikan untuk pencegahan, deteksi dini, diagnosis, terapi kanker, sampai perawatan berkelanjutan setelahnya.

Tim Onkologi Center juga didukung oleh tim multidisiplin yang terdiri dari Dokter Bedah Onkologi, Dokter Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi, Dokter Onkologi Radiasi, Dokter Ginekologi Onkologi, dan spesialis lainnya sesuai dengan kebutuhan pasien.

Tim Dokter Bedah Onkologi Mayapada Hospital di antaranya:

1. dr. Bayu Brahma, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan
2. dr. Ramadhan, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan
3. dr. Ismairin Oesman, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan
4. dr. Bajuadji, Sp.B(K) Onk, MARS dari Mayapada Hospital Tangerang dan Mayapada BMC Bogor
5. dr. Iskandar, Sp.B(K) Onk dan dr. Umar Suratinojo, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Kuningan
6. dr. Jemmy Sasongko, Sp.B(K) Onk dari Mayapada Hospital Surabaya

Untuk masyarakat yang merasa beberapa gejala kanker payudara yang sudah dijelaskan di atas, dan ingin memeriksakan diri lebih dini, bisa klik link di sini. Kamu dapat memilih dokter di Mayapada Hospital sesuai dengan kota di mana pun kamu berada.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat