androidvodic.com

Pengamat Nilai Berlebihan Arsul Sani Dilarang Terlibat Tangani Sengketa Pemilu di MK - News

News, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mencermati kritikan beberapa tokoh terkait gugatan hasil Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) dan mempertanyakan terkait dengan persoalan hakim.

Terkait hal tersebut, Ujang mengatakan memiliki lima catatan.

"Pertama, bicara soal Pak Arsul Sani yang dianggap tidak boleh memimpin sidang, itu berlebihan. kenapa? Karena bagaimanapun yang bersangkutan sudah dilantik dan sudah tercatat sebagai Hakim Konstitusi," kata Ujang kepada wartawan Jumat (22/3/2024).

Artinya, kata Ujang, Arsul punya hak, punya kewenangan, punya tanggung jawab untuk bisa memimpin jalannya persidangan karena punya hak yang sama dengan anggota anggota yang lain.

Kedua, terkait kritikan agar tidak ada konflik kepentingan atau conflict of interest karena latar belakangnya sebagai politisi PPP. Arsul Sani bukanlah satu satunya hakim, banyak hakim yang turut serta bersidang dengan Arsul Sani.

"Artinya conflict of interest itu tidak akan terjadi, karena Pak Arsul Sani tidak sendirian, dia didamping oleh hakim-hakim yang lain, bahkan hakim-hakim yang lain lebih mayoritas, lebih banyak," ujarnya.

Ketiga adalah kita tidak boleh dan jangan menggiring opini bahwa seolah-olah MK ini selalu berpolitik, karena kita bagaimana pun harus menjaga marwah MK sebagai lembaga yang terhormat, sebagai institusi yang bermartabat, yang harus kita jaga kehormatannya dan martabatnya tersebut, dalam konteks untuk bisa menyelesaikan persoalan sengketa pemilu secara objektif dan independen. 

"Dan disinilah sebenarnya kita akan melihat bahwa kita harus memberi kepercayaan yang penuh kepada hakim-hakim MK agar berjiwa negarawan dan akan memutuskan persoalan sengketa pemilu itu dengan seadil-adilnya, dengan sejujur-jujurnya, dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya," tuturnya.

Baca juga: Hasto Pastikan PDIP Bantu Caleg Partainya yang Gagal Lolos karena Suara Dicuri

Keempat, Mahkamah Konstitusi pernah dipimpin oleh seorang Hamdan Zoelva yang notabene mantan kader salah satu partai politik, dan pernah memimpin sengketa pemilu dan semua putusannya objektif dan independen. Dan ini sebagai catatan sejarah.

"Yang kelima, Pak Anwar Usman sudah dilarang lalu jika Pak Arsul Sani juga dilarang, maka hakim MK semakin berkurang. Belum lagi kita tidak tahu ada force majeure atau ada kejadian yang luar biasa lain yang mengenai hakim MK yang menyebabkan hakimnya berkurang kembali. Artinya semakin sedikit dan kemungkinan besar terjadi deadlock dalam keputusannya itu," katanya.

"Oleh karena itu semua mata masyarakat Indonesia untuk bisa memberikan kesempatan kepada hakim-hakim MK termasuk Pak Arsul Sani untuk memutus perkara dengan sebaik-baiknya, dengan sejujur-jujurnya, sedail-adilnya, dengan objektif dan independen, apa pun latar belakangnya," tandasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat