androidvodic.com

Berjualan Madu, Iwan Terbiasa Jalan Kaki Ratusan Kilometer - News

Laporan wartawan magang Yosi Vaulla Virza
News, JAKARTA-Madu asli khas Suku Baduy. Madu yang selalu dibawa Iwan atau mengaku kerap disapa Yamani di kampungnya, di Baduy Luar, Kampung Cisadane, Provinsi Banten.

Bersama anak dan temannya, Iwan berangkat dari kampung pada pagi hari menggunakan angkutan umum dari terminal Cijahe, kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan Kereta Api.

Baca: Berkat Syuting Film Ambu, Laudya Cynthia Bella Bisa ke Baduy

Iwan menjelaskan, Suku Baduy luar memang berbeda dengan Suku Baduy Dalam yang tidak diperbolehkan menggunakan moda transportasi karena peraturan adat. Suku Baduy luar bebas menggunakan trasportasi untuk menemani perjalanan mereka.

Baca: 12 Fakta Unik Suku Baduy Dalam, Rumah Tak Menjadi Simbol Kekayaan

Meski begitu, Iwan dan anaknya tidak selalu menggunakan transportasi umum. Ia sudah terbiasa berjalan ratusan kilometer, dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya memperkenalkan madu yang dibawanya.

Iwan sehari-hari kerap menjajakan madu di Stasiun Sudirman. Anak dan temannya berpisah, berjualan di tempat lain di sudut Ibu Kota. Iwan saat ditemui, terlihat sedang beristirahat. Menghjindari terik panas matahari siang hari saat itu, Iwan berteduh di salah satu pohon cukup rindang di dekat Stasiun Tanah Abang.

"Berangkat dari kampung pagi sekali, pakai bus dari terminal Cijahe, terus lanjut pakai kereta turun di Sudirman. Baru jalan lagi. Ini istirahat dulu, cukup panas siang ini," tutur Iwan dengan logat sunda yang kental.

Baca: Fakta-fakta Suku Baduy Dalam, Masih Terapkan Perjodohan

Kebetulan, pria berusia 32 tahun ini sedang bersama anaknya saat ditemui. Berpakaian khas Baduy, yaitu pakaian serba hitam,dengan rok, serta ikatan kepala yang menjadi ciri khas Suku Baduy.

Dengan tas kain putih yang sudah lumayan kumel dan sedikit kotor di tangannya, ia terlihat membawa sekitar 15 botol madu. Ada yang bewarna hitam dan juga berwarna coklat khas madu yang fungsi keduanya menurut Iwan berbeda.

Tidak hanya madu, ia juga membawa beberapa gelang terbuat dari bambu, cendera mata khas kampung Baduy. "Belum ada yang laris dari tadi," aku Iwan dengan suara pelan.

Iwan bercerita, orang- orang dari Suku Baduy memang kebanyakan pemalu dan tidak berani menatap langsung mata lawan bicara. Meski begitu, Iwan sangat ramah saat diajak bicara, walaupun dengan suara sedikit kecil yang membuat saya harus berulang kali bertanya kepadanya.

Baca: Christiano Tewas Tenggelam Saat Berwisata ke Kampung Baduy, Tangisan Orangtua Pecah di Rumah Duka

Iwan bercerita, dalam sehari ia bisa menjual sekitar 5 botol madu, untuk harga perbotolnya, ia mematok harga yang sama seperti teman -temannya yang lain sekitar 80 ribu rupiah sampai 100 ribu rupiah.

Botol madu yang tidak terjual hari ini akan dijualnya kembali keesokkan harinya. Saat madu yang ia jual habis, barulah Iwan pulang ke kampung halaman. Bisa dua sampai tiga hari Iwan berada di Ibu Kota Jakarta.

Baca: Mengenal Suku Baduy, Suku yang Gemar Berjalan Kaki dan Tolak Modernitas

"Kalau belum habis, dilanjut besok jualnya. Keliling-keliling. Kalau tidur ya dimana aja, biasanya di depan ruko, atau kalau ke perumahan warga numpang di pos ronda. Atau tidur aja di bawah pohon ramai-ramai," aku Iwan.

Iwan mengaku, kini orang -orang di kampungnya sudah terbiasa menggunakan telefon genggam. Tak lain untuk memperlancar komunikasi dan saling memberi kabar jika berada di Jakarta.

Baca: Sungai di Baduy Lokasi Tewasnya Lima Siswa SMP Duren Sawit Ternyata Tempat Terlarang

"Kalau di Baduy luar boleh (pakai handphone), kalau (Baduy) dalam tidak boleh. Soalnya untuk menelpon teman yang lain kalau terpisahkan, lebih gampang ketemu lagi," Iwan menjelaskan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat