androidvodic.com

Bupati Labuanbatu : KPK Bukan Harus Ditakuti, Saya Harap Saudara Umar Menyerahkan Diri - News

Laporan Wartawan News, Theresia Felisiani

News, JAKARTA - Bupati Labuanbatu, Pangonal Harahap ‎angkat bicara soal orang kepercayaanya, Umar Ritonga yang segera ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK dengan bantuan Interpol Polri.

‎"Sangat saya harapkan kepada saudara Umar Ritonga sebagai tersangka dalam kasus saya ini, sekiranya untuk menyerahkan diri ke KPK," ucap Pangonal, Selasa (23/7/2018) usai menjalani pemeriksaan di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

‎Diketahui sebelum ditetapkan sebagai DPO, KPK sempat memberi peringatan pada Umar Ritonga untuk menyerahkan diri namun tidak diindahkan. Akhirnya hari ini KPK mengirimkan surat DPO ke Polri dilengkapi dengan foto Umar.

Saat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, tim penindakan tidak berhasil mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 500 juta karena dibawa kabur Umar Ritonga.

Selain melarikan diri saat akan ditangkap, ternyata Umar Ritonga juga sempat menabrak tim penindakan KPK. Kebetulan saat itu Umar baru saja keluar dari sebuah bank untuk mengambil uang suap tersebut.

Lataran tidak berhasil mengejar Umar yang diduga berpindah-pindah lokasi, tim akhirnya memutuskan untuk mencari pihak lain yang harus segera diamankan.

‎Lebih lanjut, Pangonal juga menasihati Umar bahwa melarikan diri bukanlah suatu langkah yang tepat. Masih menurut Pangonal, KPK bukanlah hal yang harus ditakuti melainkan dihargai karena KPK menjalankan hukum.

‎"Jadi harapan saya kepada saudara Umar untuk menyerahkan diri karena ini semua adalah merupakan kesalahan saya, bukan merupakan kesalahan saudara Umar karena saya menyuruh dia untuk melanggar peraturan,tambah Pangonal.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Selain Bupati Pangonal, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Yakni Umar Ritonga selaku pihak swasta dan Effendy Syahputra selaku pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA).

Oleh penyidik Bupati Pangonal dan Umar Ritonga diduga menerima suap dari Effendy melalui beberapa perantara sebesar Rp 576 juta. Namun uang tersebut masih belum disita oleh tim penindakan KPK.

Tim penindakan hanya menyita bukti transfer sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga merupakan bagian dari pemenuhan permintaan Bupati Panganol sekitar Rp 3 milyar. Sebelumnya sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan Cek sebesar Rp 1.5 milyar, namun tidak berhasil dicairkan.

Adapun, uang Rp 576 juta yang diberikan Effendy kepada Pangonal melalui Umar Ritonga bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Labuhanbatu.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Effendy Syahputra disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Bupati Pangonal dan Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat