androidvodic.com

Lembaga Pengadilan Belum Dapat Berikan Efek Jera Kepada Koruptor - News

News, JAKARTA - Donal Fariz, kuasa hukum pemohon uji materi Undang-Undang Pilkada, mengatakan lembaga pengadilan belum dapat memberikan vonis atau hukum yang memberikan efek jera dan berdaya cegah kepada pelaku tindak pidana korupsi.

Hal ini disampaikan Donal Fariz pada saat menyampaikan poin-poin perbaikan uji materi UU Pilkada dihadapan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kendati menjamurnya praktik korupsi yang melibatkan kepala daerah, lembaga pengadilan justru memberikan vonis yang tidak memberikan efek jera dan berdaya cegah," kata Donal, di ruang sidang pleno gedung MK, Kamis (24/10/2019).

Baca: Tito Karnavian Mutasi 447 Personel Polri Sebelum Dilantik Jadi Mendagri

Pada poin-poin perbaikan, dia menjelaskan, mengenai maraknya politik uang dalam democracy electoral yang mengakibatkan mahalnya biaya politik.

Sehingga, kata dia, muncul pula persoalan jual beli pencalonan (candidacy buying) yang berujung pada praktik korupsi dan politik uang dalam pemilu.

"Maka kepala daerah berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompok dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan tata kelola kepemiluan dan sistem pemerintahan di daerah," kata dia.

Dia menguraikan mengenai korupsi yang melibatkan kepala daerah.

Berdasarkan data yang dimilikinya, sampai dengan saat ini tahun 2018 itu terdapat 253 kepala daerah yang ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi penegak hukum.

Adapun, KPK telah menetapkan 29 kepala daerah sebagai tersangka pada 2018.

"Rata-rata vonis terhadap kepala daerah yang ditindak KPK adalah 6 tahun 4 bulan, lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, 7 tahun 5 bulan," ungkapnya.

Pemohon juga mencantumkan mengenai pemberian pidana tambahan. Pemohon menguraikan data kuantitatif berupa pencabutan hak politik bagi kepala daerah yang divonis dalam kasus korupsi.

"Tahun 2004 sampai dengan 2018, hanya 30% atau 26 kepala daerah yang dicabut hak politiknya. Nah, persentase itu lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa KPK, yaitu 38% atau 32 orang dari 86 kepala daerah yang kemudian divonis bersalah dengan pencabutan hak politik. 86 itu adalah angka yang diajukan pencabutan hak politiknya," tambahnya.

Sebelumnya, hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pada Kamis (24/10/2019) ini, sidang beragenda perbaikan permohonan II. Sidang dipimpinan hakim Suhartoyo, didampingi hakim konstitusi, Saldi Isra, dan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menguji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Sidang perdana perkara Nomor 56/PUU-XVII/2019 digelar di Ruang Sidang Pleno, Selasa (8/10/2019)

Permohonan ini diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Para pemohon menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf g "tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana” bertentangan dengan Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat