androidvodic.com

Jika Pemilu Serentak 2024, Demokrat Tegaskan Demokrasi Indonesia Berjalan Mundur - News

News, JAKARTA - Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menegaskan partainya tak setuju jika Pemilu Serentak 2024 dilaksanakan. 

Menurutnya pemaksaan keserentakan pemilu di 2024 dapat membuat demokrasi di Tanah Air berjalan mundur dan bukannya maju ke depan. 

"Demokrasi di Indonesia bisa semakin berjalan mundur jika Pilkada 2022-2023 tetap dipaksakan serentak di tahun 2024. Ada 272 penjabat kepala daerah yang bakal ditunjuk mengelola provinsi, kabupaten, dan kotamadya, selama 1-2 tahun. Kredibilitas dan legitimasi kepala daerah di era demokrasi muncul karena dipilih oleh rakyat. Sedangkan jika ditunjuk langsung oleh presiden melalui Mendagri, kredibilitas dan legitimasinya di mata rakyat yang dipimpinnya tentu sangat lemah. Kalau hanya beberapa bulan saja mungkin masih bisa diterima publik, tapi ini bertahun-tahun," ujar Herzaky, kepada wartawan, Rabu (10/2/2021). 

Herzaky menegaskan demokrasi intinya adalah pemilihan pemimpin oleh rakyat dan bukan oleh kepala negara atau kepala pemerintahan. 

Kalaupun kepala daerah ditunjuk oleh presiden, meskipun hanya penjabat, tapi dalam waktu yang cukup lama dalam hal ini 1-2 tahun, makna demokrasi bakal mengalami reduksi. Herzaky menilai hal ini akan menimbulkan berbagai pertanyaan dari masyarakat. 

"Apalagi dengan penunjukan begitu banyak ASN atau korps tertentu sebagai penjabat kepala daerah. Publik akan memaknainya sebagai ajang konsolidasi pihak tertentu menjelang Pilpres 2024. Siapakah yang bakal diuntungkan dengan keberadaan 272 penjabat kepala daerah ini? Apalagi, sebagian besar penunjukan penjabat kepala daerah ini di provinsi dan kota-kabupaten yang sangat strategis," kata dia. 

Belum lagi, kata dia, akan muncul pertanyaan terkait netralitas ASN yang ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah. Padahal, Herzaky menegaskan netralitas ASN merupakan bagian penting dari menjaga kualitas demokrasi kita. 

"Dengan penunjukan 272 ASN atau korps tertentu sebagai penjabat kepala negara dalam jangka waktu tahunan menjelang Pemilu 2024, ada bom waktu berupa potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membuat mereka tidak dapat menjaga netralitasnya," jelasnya. 

Baca juga: Pimpinan DPR Tunggu Sikap Resmi Fraksi Keluarkan RUU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021

Baca juga: Sebut AHY Penuh Intrik dan Pencitraan, Pendiri Demokrat Khawatir Pemilu 2024 Jadi Ajang Terakhir

Lebih lanjut, Herzaky mengatakan gelaran Pilkada 2022 dan 2023 semakin tinggi urgensinya jika pemerintah benar-benar mengedepankan penanganan pandemi covid-19. 

Menurutnya, rakyat berhak menentukan seperti apa kebijakan penanganan Covid-19 di tiap daerahnya.

Masyarakat yang merasa kepala daerahnya saat ini tidak memiliki performa baik dalam mengelola pandemi dan krisis ekonomi, bakal menghukum dengan cara tidak memilih yang bersangkutan lagi. 

Selain itu, kata Herzaky, masyarakat bakal memilih siapa kepala daerah yang menurut mereka lebih pantas dan cakap dalam mengelola krisis ini. 

"Jadi jangan cabut hak dasar warga negara dalam memilih pemimpin daerahnya hanya karena pemerintah pusat saat ini gelagapan dalam mengelola covid-19. Pandemi bukan berarti alasan mengebiri demokrasi," tandasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat