androidvodic.com

MK Tolak Permohonan Bupati Halmahera Utara Terkait UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota - News

Laporan Reporter News, Rizki Sandi Saputra

News, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dilayangkan oleh Bupati Halmahera Utara Frans Manery dan Wakil Bupati Halmahera Utara Muchlis Tapi Tapi.

Dalam putusan yang dibacakan pada Rabu (20/4/2022), Majelis Hakim MK memutuskan menolak seluruh permohonan para pemohon secara keseluruhan.

"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Hakim MK Anwar Usman dalam sidang yang juga ditayangkan secara daring.

Adapun dalam menjatuhkan putusan ini, terdapat beberapa pertimbangan yang diuraikan oleh Majelis Hakim MK.

Baca juga: Ketua DPR Soroti Ratusan Penjabat Kepala Daerah yang akan Diangkat Sebelum Pilkada Serentak 2024

Di mana, dalam penjelasannya MK menilai permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Hal itu didasari karena, permohonan pengujian Undang-Undang tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dilayangkan oleh pemohon tidak bertentangan dengan asas kepastian hukum dan keadilan.

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum sebagian diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 yang menentukan masa jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan umum 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024, tidak bertentangan dengan asas kesesuaian hukum serta tidak menghalangi kesempatan yang sama dalam pemerintahan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945," kata hakim anggota MK Saldi Isra.

Atas hal itu, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berkesimpulan kalau pokok permohonan yang dilayangkan oleh pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Diketahui, Bupati Halmahera Utara bersama Wakil Bupati Halmahera Utara melayangkan pengujian Undang-undang nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai masa jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Di mana dalam permohonannya, pemohon menyoroti terkait keputusan UU Nomor 10 tahun 2016 pasal 3 terkait dengan pemilihan umum secara serentak pada tahun 2024 termasuk untuk Gubernur, Bupati dan Walikota.

Dalam permohonannya, para pemohon menilai akan adanya ketidakadilan terhadap Gubernur, Bupati dan Walikota yang dipilih pada 2020 dan dilantik pada 2021.

Pada amar putusan itu dibacakan, jika pemilu akan digelar secara serentak pada 2024 maka kepala daerah yang dilantik pada 2021 tidak akan menjalani masa jabatannya secara penuh 1 periode atau 5 tahun.

"Yang seharusnya berakhir masa jabatannya pada 2026 terkena pemotongan (cut off) masa jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota sehingga tidak sampai 5 tahun akan tetapi harus berakhir masa jabatannya pada 2024," tutur Saldi Isra.

Terkait hal tersebut, menurut Majelis Hakim para pemohon sudah mengetahui masa jabatan pemilihan bupati dan wakil bupati yang diikuti oleh para pemohon pada 2020 maka tidak akan sampai 5 tahun menjabat.

Bahkan, para pemohon sudah mengetahui hal tersebut sebelum mencalonkan diri sebagai pasangan calon, sehingga menurut majelis menjadi tidak relevan untuk dipersoalkan setelah para pemohon dilantik menjadi bupati dan wakil bupati Halmahera Utara.

Terlebih menurut majelis, masa jabatan tidak sampai 5 tahun itu juga dialami oleh seluruh gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota hasil pemilu 2020. Jadi bukan hanya pemohon.

"Mahkamah juga tidak meemukan bukti ketentuan pemotongan atau pengurangan masa jabatan yang dialami para pemohon sebagai bupati dan wakil bupati hasil pemilu 2020 menyebabkan para pemohon tidak dapat menjalankan visi dan misinya," tukas Saldi Isra.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat