androidvodic.com

Kata Pengamat soal Isu Anak Emas dalam Pengisian Jabatan Pimpinan MA - News

Laporan Wartawan News, Chaerul Umam

News, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) baru saja menggelar sidang paripurna khusus pemilihan Wakil Ketua Bidang Yudisial, Selasa (7/2/2023) yang lalu.

Sebanyak 44 hakim agung menggunakan hak suaranya di mana Sunarto mendapat 27 suara sehingga berhak menduduki jabatan tersebut.

Namun pemilihan jabatan pimpinan MA belum selesai. Sebab, akan ada kekosongan jabatan, yakni Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial yang sebelumnya dijabat Sunarto. Siapakah sosok yang pantas menggantikan?

Pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Septa Chandra memiliki harapan tersendiri tentang pemilihan Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial.

Hal tersebut mengingat keberadaannya dipandang strategis bagi pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sumber daya manusia di lingkungan MA.

Baca juga: 11 Organisasi Masyarakat Gugat PP 64/2021 tentang Bank Tanah ke Mahkamah Agung

"Pertama, yang terpilih mesti berintegritas dan punya pengalaman manajerial. Saya kira semua hakim agung yang pernah menjabat ketua kamar atau ketua muda layak dipilih," kata Septa, kepada wartawan Senin (13/2/2023).

Dia menyatakan, semua hakim agung dengan kriteria dimaksud pantas mencalonkan diri selama tidak pernah terindikasi melanggar hukum atau kode etik.

Indikasi itu dapat ditelusuri dari catatan rekam jejak hakim selama berkarir, termasuk melalui informasi pengaduan masyarakat.

"Kedua, yang terpilih memiliki komitmen serta ketegasan untuk menegakkan marwah peradilan. Karena yang diawasi adalah perilaku orang, kadang rekan, kadang teman, keluarga, dan macam-macam, maka tidak boleh ada kompromi terhadap siapa pun," ungkap Wakil Rektor IV UMJ tersebut.

Dia menyebut, di antara tugas berat Wakil Ketua MA non Yudisial ialah memberantas keberadaan makelar kasus. Siapa pun yang terpilih nantinya harus menutup rapat celah bagi kemungkinan terjadinya praktik transaksi perkara.

"Ketiga, sebisa mungkin mencerminkan prinsip keterwakilan kamar atau badan peradilan secara demokratis," ucap Septa.

Menurutnya, meski urusan memilih sepenuhnya hak setiap hakim agung, sangat penting mempertimbangkan respresentasi kamar di mana seorang calon bertugas.

Hal tersebut terutama untuk menghindari kesan diskriminatif mengenai peluang jabatan karir hakim.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat