androidvodic.com

Sidang Uji Formil UU Ciptaker, Ahli Sebut Metode Omnibus Law Menyalahi Aturan - News

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Ahli yang dihadirkan Partai Buruh Jamaludin Ghafur mengatakan, metode omnibus law yang digunakan pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 menyalahi aturan.

Hal tersebut disampaikannya dalam sidang lanjutan uji formil UU Nomor 6 Tahun 2023 sebagai Pengganti Perppu Nomor 2 Tahun 2022 yang ditetapkan sebagai Undang-Undang, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat.

Baca juga: Kadin Nilai UU Cipta Kerja Sudah Berpihak pada Pengusaha dan Para Pekerja

Dalam keterangannya, Jamaludin mengutip Pasal 42 A undang-undang 13 Tahun 2022, yang berbunyi, 'penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu rancangan peraturan perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan'.

"Pasal ini menegaskan bahwa peraturan perundang-undangan yang disusun dengan metode omnibus harus terlebih dahulu ditetapkan dalam dokumen perencanaan," kata Jamaludin, dikutip dari laman YouTube MKRI, Senin (7/8/2023).

Sehingga, ahli dari Pemohon 50/PUU-XXI/2023 itu memaknai, hal tersebut menjadi syarat sahnya metode omnibus dapat digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. 

Baca juga: Pemerintah Sebut Ahli Tak Bisa Simpulkan Soal UU Cipta Kerja Tak Sesuai Putusan MK 91/2020

"Tanpa ditetapkan dalam dokumen perencanaan maka penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus tersebut menjadi tidak sah karena tidak memenuhi syarat," ucapnya.

Selain itu, ia mengungkapkan, dalam Pasal 42 A undang-undang 13 Tahun 2022 itu juga diatur, bahwa hanya ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat menggunakan metode omnibus.

"Secara sederhana berdasarkan ketentuan Pasal 42 A Undang-Undang 13 Tahun 2022, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa peraturan perundang-undangan yang dapat disusun dalam metode omnibus hanya terbatas pada jenis peraturan perundang-undangan yang memungkinkan adanya proses perencanaan terlebih dahulu, yaitu meliputi antara lain, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan daerah," terang ahli dari Universitas Islam Indonesia itu.

Sementara itu, jelasnya, meskipun Perppu selevel dengan UU dan UU hasil penetapan Perppu juga merupakan Undang-Undang. 

Namun, secara konsep dan aturan produk hukum berupa Perppu dan UU hasil penetapan Perppu tidak dimungkinkan untuk disusun menggunakan metode omnibus, karena tidak tersedia mekanisme atau prosedur perencanaan.

"Dengan demikian Perppu dan Undang-Undang hasil penetapan Perppu jelas tidak memenuhi syarat sebagai bentuk hukum peraturan perundang-undangan yang dapat disusun menggunakan metode omnibus," ujar Jamaludin.

Baca juga: Ahli Sebut Perppu Cipta Kerja Tak Sesuai Perintah Putusan MK 91/2020

"Oleh karena itu jika ada Perppu dan undang-undang hasil Perppu disusun menggunakan metode omnibus, ini jelas menyalahi prosedur dan terdapat kekeliruan penggunaan metode pembentukan hukum," sambungnya.

Sebagai informasi, dalam persidangan ini hadir juga Pemohon UU Cipta Kerja lainnya, yakni Pemohon Nomor 40, 41, dan 46/PUU-XXI/2023.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat