androidvodic.com

Pakar Soroti Meningkatnya Perkara Kepailitan dan PKPU dari Tahun ke Tahun - News

News, JAKARTA - Perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) semakin meningkat dari tahun ke tahun bahkan menjadi trend saat ini.  

Peningkatan ini mendorong kekhawatiran pengamat dan praktisi hukum, bahwa hakim yang memutus perkara PKPU sudah tidak akan objektif lagi.

Anggota Tim Pembaruan Peradilan Mahkamah Agung, Aria Suyudi, menyampaikan bahwa terjadi peningkatan pengajuan permohonan PKPU. Pada 2019 permohonan hanya 435, pada 2020 naik menjadi 635, dan menjadi 726 pada 2021.

"Berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, tujuan dari PKPU adalah restrukturisasi. Namun, saat ini PKPU karena dijadikan sarana yang paling mudah untuk menagih utang kepada debitur," ujar Aria dalam Webinar Diskursus Kepailitan dan PKPU yang diselenggarakan Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) di Jakarta, Senin (25/9/2023).

Aria menambahkan bahwa hukum kepailitan memiliki asas Teritorialitas (wilayah) untuk Putusan Kepailitan Warga Negara Asing.  Sehingga meskipun WNA bisa dipailitkan di Indonesia, tetapi harus ada sebab lain dan dibuktikan secara sederhana perihal PKPU.

“PKPU itu boleh, asalkan untuk perdamaian dan restrukturisasi. Di Indonesia justru tujuannya menolak restrukturisasi,” kata Aria.

Lanjut Aria, Putusan Pailit atau PKPU terhadap WNA susah untuk dilaksanakan, karena hukum kepailitan Indonesia menganut asas teritorial.

Baca juga: Perguruan Tinggi Berperan Penting dalam Kajian Keilmuan Hukum Kepailitan

Apalagi berhubungan dengan ahli waris, apakah ahli waris sudah mendapatkan harta warisannya atau belum. Sehingga mempunyai kedudukan hukum yang kuat.

"WNA dipailitkan atau PKPU di Indonesia, efektivitas Putusnya bisa dipertanyakan, asetnya yang disita hanya bisa yang ada di Indonesia, di negara lain tidak bisa karena asas teritorial itu, sehingga sangat kompleks setiap putus pailit & PKPU bagi WNA ini," jelas Aria.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat