androidvodic.com

Prof Ikrar: Gibran Tuna Etika, Harusnya Mundur! - News

News, JAKARTA – Pakar Politik, Prof. Ikrar Nusa Bhakti mengkritisi proses perjalanan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto yang diwarnai banyak kontroversi.

Prof Ikrar pun menyatakan bahwa Gibran tak memiliki etika politik.

Pernyataan Prof Ikrar ini berkaca dari proses putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres di perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Anwar Usman selaku paman Gibran dan adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu menjabat Ketua MK turut terlibat dalam pemutusan perkara tersebut.

Hal ini kemudian memunculkan kontroversi soal tangan-tangan kekuasaan berada di balik layar.

Sejumlah pihak pun melaporkan Anwar Usman ke Majelis Kehormatan MK (MKMK) atas dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.

Baca juga: Prof Ikrar: Jokowi Dulu dengan Sekarang Beda, Jokowi Sekarang Seperti Raja!

Dalam putusannya, MKMK memberhentikan Anwar Usman lewat putusan nomor
02/MKMK/L/11/2023 dari jabatan Ketua MK karena terbukti melanggar ketentuan Sapta Karsa Hutama, yakni prinsip integritas, kecakapan, kesetaraan, independensi serta kepantasan dan kesopanan.

“Dan kalau kemudian MKMK sudah menunjukkan bahwa pamannya itu melakukan pelanggaran etika berat, pelanggaran berat, etika. Harusnya dia ngerti dong ‘Oh berarti gua menjadi cawapres gara-gara ada pelanggaran berat di MK’,” kata Prof Ikrar saat wawancara khusus dengan News Manager Tribun Network, Rachmat Hidayat di Studio News, Komplek Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta pada Senin (13/11/2023).

Menurut Prof Ikrar, jika Gibran sadar proses pencalonannya memiliki kontroversi hingga berujung pemecatan pamannya, semestinya yang bersangkutan mundur dari posisi cawapres.

Gibran lanjut dia, semestinya bertanya ke dirinya sendiri apakah ia layak maju sebagai cawapres ketika prosesnya memunculkan kontroversi.

“Kemudian apakah kemudian kita mau mengatakan, atau bisa mengatakan bahwa Gibran itu tuna etika. Kenapa karena dia tidak memiliki etika politik. Kalau udah tahu, dia tahu dia maju menjadi calon wakil presiden melalui rekayasa hukum yang dilakukan oleh pamannya sendiri, dan itu berarti apakah saya pantas menjadi calon wakil presiden?” tanya Prof Ikrar.

Guru Besar Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI ini kemudian menyinggung sikap calon pemimpin yang seharusnya memiliki etika dan moral politik tinggi.

“Nah itu kalau dia memang beretika, dia memiliki moral politik yang tinggi, dia harus yang mundur sebagai anak muda yang punya masa depan politik yang masih panjang,” ungkapnya. 

“Saya bukan anti anak muda menjadi politisi atau menjadi calon wakil presiden, tapi yang saya persoalkan itu adalah dia menjadi calon wakil presiden melalui suatu rekayasa hukum yang sudah terbukti yaitu ada pelanggaran besar etik,” jelas Prof Ikrar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat