androidvodic.com

Soal Putusan MK Kepala Daerah Dilantik 2019 Berakhir 2024, Setara Soroti Adanya Kecurigaan Publik - News

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Setara Institut merespons soal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 143/PUU-XXI/2023 terkait masa jabatan kepala daerah yang dilantik pada tahun 2019, berakhir di 2024.

Direktur Riset Setara Institute, Halili Hasan, meyakini MK bertindak objektif dengan putusan ini. 

"Kecil kemungkinan para hakim bermain api setelah Putusan 90/2023 lalu menuai kecaman publik yang diperkuat dengan Putusan MKMK," kata Halili, kepada News, Sabtu (23/12/2023).

Meski demikian, Halili menyoroti kemungkinan adanya kecurigaan publik terhadap Putusan yang diterbitkan MK tersebut.

Hal itu dikarenakan Para Pemohon uji materiil Pasal 201 ayat (5) Nomor 10 tahun 2016 Undang-Undang (UU) Pilkada ini adalah para kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mayoritas berasal dari partai politik yang mendukung pencalonan pasangan capres dan cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Mereka (MK) mesti kembali berhadapan dengan kecurigaan publik, karena para kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mengajukan gugatan ini berasal dari atau diusung oleh PAN, Demokrat, Golkar, dan Gerindra yang hampir seluruhnya mendukung Paslon 02," ucap Halili.

Baca juga: Putusan MK: Masa Jabatan Gubernur, Bupati, Wali Kota Dilantik pada 2019 Berakhir di 2024

Seperti diketahui, perubahan ketentuan oleh MK bersifat final, mengikat, dan berkekuatan hukum tetap.

Oleh karena itu, ia kemudian menekankan, agar publik dapat mendesak para kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mendapatkan manfaat dari Putusan MK tersebut tidak menggunakan jabatannya untuk mendukung pemenangan salah satu pasangan capres dan cawapres di 2024.

"Di sinilah titik rawannya. Meskipun putusan MK menerima gugatan mereka, artinya mereka menjabat hingga 2024, kita desak mereka untuk tidak menggunakan jabatannya untuk memobilisasi dukungan untuk pemenangan Paslon 02 dalam Pilpres 2024," kata Halili.

Perkara teregister di MK dengan nomor 143/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh tujuh kepala daerah. Mereka mempersoalkan mengenai akhir masa jabatan mereka.

Beberapa kepala daerah tersebut, yakni Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E. Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Didie A. Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A. Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.

Mereka menguji Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada Nomor 10/2016 yang mengatur, bahwa kepala daerah hasil pemilihan 2018 menjabat sampai 2023.

Menurut mereka, meski dipilih lewat Pilkada 2018, para kepala daerah sekaligus Para Pemohon baru dilantik pada 2019. Apabila masa jabatan mereka berakhir di 2023, maka periode kepemimpinan mereka tak utuh selama lima tahun.

Ketua MK Suhartoyo menyatakan pokok permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. 

Namun, Mahkamah menegaskan tidak dapat menerima permohonan provisi Para Pemohon.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Suhartoyo, dalam sidang putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Kamis (21/12/2023).

Baca juga: Jimly Sebut MKMK Permanen Tinggal Pulihkan Kepercayaan Publik ke MK, PHPU jadi Pembuktian

Lebih lanjut, Suhartoyo menilai, Pasal 201 ayat (5) UU 10/2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Dengan demikian, Pasal 201 ayat (5) UU 10/2016 diubah menjadi berbunyi, "gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati satu bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024".

Adapun dalam gugatannya, Para Pemohon berpendapat, berlakunya Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada berpotensi memotong masa jabatan mereka menjadi tidak utuh selama lima tahun, karena harus berakhir pada 2023.

Di sisi lain, Para Pemohon juga menilai akhir masa jabatan mereka tidak mengganggu jadwal Pilkada Serentak 2024, yang digelar pada November tahun depan. (*)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat