androidvodic.com

Gugatan Haris-Fatiah, MK: Pasal Pencemaran Nama Baik & Berita Bohong Tak Berkekuatan Hukum Mengikat - News

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian permohonan pengujian perkara 78/PUU-XXI/2023, yang diajukan Haris Azhar dan Fatia Maulidyanty.

Permohonan itu menguji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945.

Selaku para Pemohon perkara ini, yaitu Haris Azhar, Fatiah Maulidiyanty, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam persidangan di ruang Sidang Pleno Gedung MK RI, Jakarta, Kamis (21/3/2024).

Mahkamah menyatakan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 tidak dapat diterima.

Lalu, MK menyatakan Pasal Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sedangkan, MK berpendapat, Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan, "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menilai Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 telah kehilangan objek karena pada 2 Januari 2024, Presiden telah mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. 

"Oleh karena itu, sebagian materi norma dalam UU 11/2008 dan UU 19/2016 telah mengalami perubahan dan sebagian norma dinyatakan tidak berlaku lagi, termasuk perubahan terhadap pasal-pasal yang dimohonkan pengujian oleh para pemohon," kata Hakim Konstitusi.

Tak hanya itu, MK mengatakan Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diakomodir di dalam Pasal 433 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Mahkamah menilai terdapat perbedaan antara ketentuan norma dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP dengan norma Pasal 433 UU 1/2023 yakni dalam Pasal 433 UU 1/2023 terdapat penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan "dengan lisan" dimana unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. 

"Oleh karena itu, tanpa Mahkamah bermaksud menilai konstitusionalitas Pasal 433 UU 1/2023 yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah tiga tahun sejak diundangkan, yaitu tanggal 2 Januari 2026, maka penegasan berkenaan dengan unsur perbuatan "dengan lisan" yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi atau diakomodir guna kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP," jelas Enny.

"Dengan demikian, norma Pasal 310 ayat (1) KUHP dimaksud dapat memberikan kepastian hukum dan mempunyai jangkauan kesetaraan yang dapat mengurangi potensi adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap addresat norm atas ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP, sehingga dalam penerapannya tidak menimbulkan ambiguitas," tambahnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat