androidvodic.com

Filep Wamafma Singgung Fenomena Kasus Hukum Saat Ini ‘No Viral No Justice’ - News

News, JAKARTA - Masyarakat tengah dihebohkan dengan berbagai kasus pelanggaran hukum di tanah air yang terkuak dalam beberapa hari belakangan ini.

Tak jarang persoalan hukum akhirnya ditangani aparat penegak hukum usai kasus itu viral (No Viral No Justice).

Bahkan tak sedikit pula masyarakat yang mengunggah persoalan hukum yang dihadapinya ke media sosial guna mendapat dukungan dari masyarakat luas dan memperjuangkan keadilan.

Terkait fenomena ini, Senator Filep Wamafma mengemukakan pandangannya.

Menurutnya negara wajib menyediakan rasa keadilan bagi warga negara, bukan sebaliknya warga negara yang mencari keadilan sehingga negara terkesan abai dalam perlindungan terhadap masyarakatnya sendiri.

“Ada satu hal yang kini menjadi pandangan umum masyarakat bahwa penegakan hukum dan pencarian keadilan akan bisa dilaksanakan kalau kasusnya viral, terutama melalui media sosial. Di satu sisi kita bersyukur, artinya masyarakat kita melek hukum dan punya hati nurani hukum yang peka. Tapi di sisi lain saya harus nyatakan bahwa dalam hal ini pemerintah gagal mengayomi masyarakat, pemerintah gagal hadir dan menjadi pelindung masyarakat dan menyediakan rasa keadilan,” kata Filep, Kamis (23/5/2024).

Baca juga: Oknum Polisi yang Tipu Petani Subang Rp598 Juta Masuk Polwan Belum Tersangka, Ini Kata Polda Metro

Ia lantas menyinggung sejumlah kasus seperti kasus-kasus terkait pelaksanaan tugas Bea Cukai, kasus-kasus asuransi yang berjalan di tempat, kasus-kasus pidana yang terungkap kembali seperti kasus Vina Cirebon.

Kemudian kasus pembunuhan yang sampai sekarang masih menjadi misteri misalnya pembunuhan Akseyna, mahasiswa UI, yang sampai 8 tahun belum terungkap.

Selain itu, juga terkait kasus pertanahan masyarakat adat.

Menurut Filep, sederet persoalan ini membuat publik menilai bahwa masyarakat kecil sangat sulit mencari keadilan seandainya saja tidak viral.

Pace Jas Merah ini pun memberi kritik tajam terhadap tugas negara sesuai amanat konstitusi.

“Sebagai contoh, saya ikuti kasus Rempang di Batam. Persoalan investasi yang berdampak pada perampasan wilayah Masyarakat Adat di Pulau Rempang. Masyarakat bahkan berhadapan dengan aparat. Atau Masyarakat Adat Rendu, di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, tempat dibangunnya Bendungan Lambo. Proyek Bendungan Lambo ditengarai merampas perkebunan, ruang hidup, dan tempat bahan baku tenun alami masyarakat disana,” urainya.

Tak hanya itu, Filep menambahkan catatan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang menyatakan bahwa sekitar 2.578.073 hektar wilayah adat dirampas oleh negara dan korporasi.

Hal ini bertentangan dengan amanat Konstitusi Pasal 18B dimana negara seharusnya menghormati eksistensi masyarakat adat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat