androidvodic.com

Fraksi PKS Minta Pemerintah Buka Opsi Revisi UU Tapera - News

News, JAKARTA - Fraksi PKS DPR RI meminta pemerintah membuka opsi revisi Undang-Undang nomor Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Hal itu lantaran masifnya penolakan terhadap kebijakan iuran Tapera.

"Jika memungkinkan merevisi UU No. 4 Tahun 2016, terutama berkaitan dengan kewajiban setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum untuk menjadi Peserta Tapera," kata Anggota DPR RI Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama, kepada wartawan Minggu (2/6/2024).

Adapun, potong gaji karyawan untuk iuran Tapera, tertuang pada aturan turunan UU 4/2016, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Pemerintah menjelaskan, Penyelenggaraan Tapera tidak semata-mata langsung memotong gaji atau upah para pekerja non-ASN, TNI, Polri karena mekanismenya akan diatur dalam peraturan yang dikeluarkan Menteri Ketenagakerjaan dan pemberlakuan kepesertaan adalah paling lambat tahun 2027.

Baca juga: 4 Janji Moeldoko soal Tapera: Tak Akan seperti ASABRI, Bukan Potong Gaji, tapi Tabungan Wajib

Menurut Suryadi, bahwa masalahnya bukan tentang sosialisasi, melainkan terlalu lamanya pengundangan UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera atau delapan tahun menunggu baru dibuat PP pada tahun 2020 dan 2024.

Dan akan menunggu lagi peraturan menteri ketenagakerjaan, sebab situasi perekonomian masyarakat saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan saat UU Tapera ini dibahas.

“Padahal UU tentang Tapera pada tahun 2016 lalu mendapat dukungan dari berbagai organisasi buruh seperti Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Bahkan RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) DPR RI dengan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBS) membahas UU ini pernah dilakukan pada 23 November 2015,” ujarnya.

Kini, kata pria yang akrab disapa SJP ini, sudah terlalu banyak potongan gaji pekerja seperti BPJS Kesehatan yang memotong gaji 1 persen, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun 1 persen, Jaminan Hari Tua 2 persen, belum lagi PPh 21 atau Pajak Penghasilan Pasal 21 yang memotong 5-35 persen sesuai penghasilan pekerja.

“Potongan gaji pekerja dengan label wajib di atas semakin menambah trauma para pekerja, dengan adanya kewajiban menjadi peserta Tapera seperti dinyatakan Pasal 7 UU No. 4 Tahun 2016,” ucap Suryadi.

Baca juga: Demo Besar Tolak Tapera akan Digelar 60 Serikat Buruh di Istana

Belum lagi, kata SJP, ketidakpercayaan masyarakat karena adanya penyalahgunaan dana seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri. 

Menurutnya sehebat apapun konsep skema pengelolaan dana yang dilakukan oleh Badan Pengelola (BP) Tapera, masyarakat masih sulit untuk diyakinkan.

“Belum adanya evaluasi terhadap pada pengelolaan dana Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum-PNS) yang merupakan cikal bakal Tapera yang berjalan sejak tahun 1993 sampai dilebur ke Tapera pada 2018 menambah rendahnya kepercayaan masyarakat," ujarnya.

"Belum jelas, apakah sampai sekarang masih ada kesulitan pencairan uang tabungan 200.000 PNS yang pensiun dan 317.000 PNS yang pernah menabung di Taperum-PNS yang dananya masih ada tetapi mereka tak dapat mengambilnya,” pungkas Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat