androidvodic.com

Pengamat Kebijakan Publik Tanggapi Terbitnya Perpres Nomor 42 Tahun 2024 - News

News - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan, kebijakan pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol, umumnya membawa dampak ekonomi yang bagus untuk daerah sekitarnya. 

Sebab, menurut Agus, percepatan pembangunan JTTS memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera dan diharapkan dapat mempercepat distribusi barang dan jasa. 

Namun untuk mencapai hal tersebut, pemerintah perlu untuk mempertimbangkan berbagai faktor agar manfaat ekonomi dari pembangunan jalan tol tersebut dapat dirasakan masyarakat luas. 

“Saya berharap mudah-mudahan tidak terlalu cepat, tetapi ditata dengan baik. Karena ini faktor alam, proyek ini menimbun lahan untuk jalan tol. Timbunan itu harus matang,” ungkap Agus dalam keterangan tertulisnya. 

Agus mengatakan, pemerintah harus belajar dari Trans-Jawa yang tidak matang, sehingga beton statis yang harusnya tahan tiga tahun sudah rusak saat menginjak dua tahun.

Untuk diketahui, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) baru saja mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang berlaku mulai 25 Maret 2024. 

Perpres tersebut memberikan ketentuan hukum terkait penambahan ruas jalan tol, target, skema pembiayaan ruas tol, termasuk penugasan kepada PT Hutama Karya (Persero) untuk pengusahaan proyek JTTS.

Baca juga: Hutama Karya Kirim Alat Berat Excavator Buka Akses Jalan Terdampak Banjir dan Longsor di Sumbar

Minta untuk memperhatikan dampak sosial dan ekonomi di sekitar jalan tol

Lebih lanjut, Agus juga meminta pemerintah dan Hutama Karya menghitung dampak sosial dan ekonomi di sekitar jalan tol. Sebab, pembangunan jalan tol dapat mengubah dinamika ekonomi di wilayah sekitarnya. 

Menurutnya, terdapat kekhawatiran jika perencanaan pembangunan infrastruktur pendukung belum matang, seperti penentuan rute, rest area, dan fasilitas lainnya. 

Agus mencontohkan, adanya tol di Jawa turut membuat beberapa bagian di Jalur Pantura sepi. Ini berdampak kepada masyarakat yang berjualan di sekitar jalan ini.

Meskipun pemerintah telah menyiapkan rest area untuk masyarakat yang terdampak, Agus menilai jumlahnya kurang dan mereka masih diharuskan untuk membayar sewa.

“Saya berharap Hutama Karya melakukan studi antropologi di ruas jalan yang dibangun, meskipun Trans-Sumatera lintas timur dan barat lebih banyak dilewati truk-truk,” ujar Agus. 

Pihaknya menegaskan, studi antropologi sosial diperlukan untuk memahami dampak sosial dari pembangunan jalan tol dan mengantisipasi masalah yang mungkin timbul. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat