androidvodic.com

YLKI: Pemerintah Harus Tertibkan Perang Tarif dan Promosi yang Sesatkan Konsumen - News

Laporan Wartawan News, Srihandriatmo Malau

News, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkhawatirkan kebijakan pendaftaran ulang terhadap pengguna kartu prabayar seluler, tidak akan mampu sebagai upaya pengendalian baik dari sisi jumlah nomor seluler dan atau penyalahgunaan nomor seluler, misalnya untuk kepentingan kriminalitas.

Sebab, menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, konsumen masih diberikan akses memiliki nomor seluler yang sangat banyak.

Karena setiap konsumen masih berhak memiliki tiga nomor seluler dari masing-maaing operator.

Artinya jelas Tulus Abadi, konsumen masih mempunyai hak mempunyai 18 nomor seluler dari total enam operator yang ada.

"Maraknya jumlah nomor seluler yang ada di Indonesia yang mencapai 350 jutaan, lebih dikarenakan aspek promosi dan perang tarif dari operator seluler. Konsumen terjebak dengan promosi dan perang tarif yang sangat menyesatkan," ujar Tulus Abadi kepada News, Kamis (12/10/2017).

Tulus Abadi menanggapi rencana kebijakan Pemerintah yang akan melakukan pendaftaran ulang terhadap pengguna kartu prabayar seluler, per 31 Oktober 2017.

Oleh karena itu menurut YLKI pemerintah harus melakukan penertiban dari sisi hulu, yakni menertibkan perang tarif dan promosi yang menyesatkan konsumen tersebut.

Baca: Kantor Kemendagri Diserang, Tjahjo Kumolo: Harga Diri dan Kehormatan Saya Terganggu

"Bukan hanya melakukan upaya penertiban dan pengendalian dengan cara pendataan ulang saja," tegasnya.

Selain itu menurutnya, Pemerintah harus menjamin bahwa data pribadi milik konsumen tidak disalahgunakan baik untuk kepentingan komersial tanpa seizin konsumen sebagai pemilik data pribadi.

"Pemerintah harus menjamin bahwa data pribadi milik konsumen tidak disalahgunakan," tegas Tulus Abadi.

YLKI menilai proses pendataan ulang harus melalui proses komunikasi dan sosialisasi yang benar-benar sampai ke konsumen.

"Jangan sampai penutupan akses nomor seluler konsumen hanya karena konsumen tidak tahu informasi peraturan tersebut," ucapnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat