androidvodic.com

Ada Batasan Saat Berekpresi di Media Sosial - News

Laporan Wartawan News, Eko Sutriyanto 

News, PONTIANAK - Budaya digital menjadi prasyarat dalam melakukan transformasi digital yang dalam penerapannya lebih kepada mengubah pola pikir agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital.

Sayangnya, situasi budaya digital saat ini masih banyak yang merasa bahwa ruang digital merupakan ruang bebas yang tidak ada aturannya padahal tidak demikian. 

“Ada batasan dalam berekspresi di dunia digital. Dunia digital memberikan kebebasan dalam menyerap dan menyampaikan berbagai informasi, namun dalam berbagai kebebasan selalu ada aturan-aturan yang membatasinya, demi kepentingan masyarakat yang lebih luas,” ujar Kabid Pembinaan SMP Disdikbud Kabupaten Kubu Raya Syarif M Firdaus saat webinar bertema Bebas namun Terbatas: Berekspresi di Media Sosial,  Jumat (19/8/2022).

Selain Syarif M Firdaus, webinar ini menghadirkan Blogger Chakpedia Puspo Galih Wichaksana; Relawan Mafindo Pontianak Eko Akbar Setiawan; Direktur Yale Communication Ferianto; dan Dosen Fisip Universitas Tanjungpura Pontianak Syarifah Ema Rahmaniah. 

Puspo Galih Wichaksana menambahkan, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital.

"Etika digital ditawarkan sebagai pedoman menggunakan berbagai platform digital secara sadar, tanggung jawab dan berintegritas," kata Puspo.

Etika digital juga menjunjung nilai-nilai kebajikan antar insan dalam menghadirkan diri, kemudian berinteraksi, berpartisipasi, bertransaksi, dan berkolaborasi dengan menggunakan media digital.

Senada, Eko Akbar Setiawan mengatakan, media digital dan media sosial (medsos) memiliki banyak fungsi seperti berbagi informasi, mengembangkan hobi, berkolaborasi, menambah relasi, berbisnis, pendidikan.

Namun, dalam menggunakannya juga harus disertai kemampuan dalam berpikir kritis, rasional dan obyektif serta mempertimbangkan risiko dan konsekuensinya.

"Terlebih dengan maraknya kabar bohong alias hoaks, masyarakat harus kritis terhadap informasi apapun yang didapatnya agar tidak mengarah pada hal negatif atau merugikan orang lain," katanya. 

Lebih lanjut, Irfan Ghafur mengingatkan bahwa efek negatif dari penyebaran ujaran kebencian ataupun kabar bohong bisa menyebabkan ketersinggungan, baku hantam, sanksi sosial hingga berurusan dengan hukum.

Untuk itu, dalam berinternet pastikan untuk selalu bersikap sopan, menghindari SARA, menjaga privasi orang lain, menghindari konflik, dan minta maaf jika melakukan kesalahan. 

Sementara itu, dalam webinar yang menyasar audiens para guru dan pelajar itu, Ferianto menyebutkan bahwa pada era digital ini, pemanfaatan teknologi secara baik merupakan kunci utama dalam nilai karakter peserta didik. 

“Dan yang menjadi penyebab turunnya moral, ilmu pengetahuan yang kurang, bahkan karakter pada peserta didik, adalah karena penyimpangan penggunaan teknologi dan internet,” tukasnya. 

Mengingat saat ini penggunaan gawai dan internet juga sudah bisa diakses oleh anak-anak usia dini, Syarifah Ema Rahmaniah menekankan pentingnya berinternet aman dan sehat khususnya bagi anak.

Dia pun memberikan empat tips, yaitu membatasi dan melindungi informasi pribadi, membatasi penggunaan gawai, mengenali segala hal yang bisa mengancam keselamatan, dan saring sebelum sharing. 

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.

Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat