androidvodic.com

PMA 68 Tahun 2015 sebagai Upaya Mereduksi Politisasi Kampus - News

Oleh: Dr Evi Muafiah
Rektor IAIN Ponorogo

News - Belum lama ini, jagad Twitter dihebohkan dengan cuitan Saiful Mujani mengenai pemilihan rektor di perguruan tinggi tempat ia mengabdi yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Di negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan berpendapat, kritik tentunya menjadi sesuatu yang lazim dilontarkan.

Sebagai seorang akademisi, seyogianya kritik tersebut juga harus didasari landasan formal, rasional, disertai kajian akademik dan disampaikan melalui kanal resmi.

Alih-alih menggunakan media sosial yang justru menggiring opini adanya kooptasi pemilihan rektor di lingkup Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) oleh Menteri Agama Yaqut Chalil Qoumas.

Padahal, PMA Nomor 68 Tahun 2015 disahkan pada tanggal 12 November 2015 dan ditandatangani oleh Lukman Hakim Saifuddin.

Baca juga: Kemenag: Pemilihan Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Tetap Merujuk PMA 68/2015

PMA tersebut muncul sebagai upaya perbaikan sistem pemilihan rektor yang dulunya dipilih oleh senat kampus.

Hal ini berdampak pula pada adanya sistem kubu hingga ke level mahasiswa.

Sehingga nuansa politis sangat terlihat bahkan dua tahun menjelang pemilihan rektor atau bahkan selama satu periode berjalan.

Sebelum adanya PMA Nomor 68 Tahun 2015, kampus menjadi sebuah lembaga politik karena sistem pemilihan rektor yang dikuasai oleh senat.

Menurut penulis, PMA Nomor 68 Tahun 2015 sebenarnya upaya pemerintah melalui Menteri Agama untuk mereduksi politisasi di lingkup kampus.

Tidak ada kooptasi, justru PMA tersebut mengakomodir banyak pihak dan melalui berbagai tahapan.

Seperti diketahui bahwa dalam PMA Nomor 68 Tahun 2015, ada beberapa pihak yang terlibat dalam pemilihan rektor.

Diawali dengan anggota senat yang memberikan penilaian kualitatif kepada calon, kemudian hasil dari penilaian tersebut diserahkan ke Komisi Seleksi (Komsel) yang dibentuk oleh Menteri Agama.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat