androidvodic.com

Energi Baru dan Terbarukan, Tantangan dan Peluang Indonesia 2050 - News

Oleh : Cornelius Corniado Ginting, SH  *)

INDONESIA adalah salah satu dari 195 negara yang menandatangani Kesepakatan Paris (Paris Agreement) dan satu dari 164 negara ditambah Uni Eropa, yang meratifikasinya.

Dengan komitmen internasional ini, Indonesia memiliki target nasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 29 persen dari kondisi business as usual di tahun 2030 dengan usaha sendiri dan lebih jauh 41% dengan bantuan internasional.

Tidak di pungkiri di tengah ancaman krisis energi yang melanda dunia akibat dampak perang Rusia-Ukraina, transisi energi menjadi salah satu perbincangan penting dalam gelaran KTT G20 2022 lalu.

Transisi energi yang ramah lingkungan dan energi baru terbarukan diharapkan dapat menjadi solusi masalah energi ke depan

Komitmen ini mensyaratkan Indonesia untuk konsisten mengembangkan energi terbarukan salah satunya ketenagalistrikan.

Dengan perspektif energi sebagai modal pembangunan, energi terbarukan memiliki peranan penting dalam pendorong sistem ekonomi hijau, berkelanjutan, dan rendah karbon.

Baca juga: Sri Mulyani Akui Tidak Mudah Menjalankan Transisi Energi Baru Terbarukan, Sangat Kompleks

Pembangunan dengan kesadaran jangka panjang ini telah menjadi tren pembangunan di seluruh dunia, menyikapi semakin naiknya populasi, kebutuhan manusia, dan kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, meliputi sumber energi surya, sember energi air dan mikrohidro, sumber energi angin, sumber energi panas bumi, sumber energi gelombang laut, dan sumber energi biomassa. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, konsumsi energi saat ini juga memiliki potensi untuk efisiensi dan konservasi energi.

Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, Kebijakan Energi Nasional (KEN) disusun dengan berdasarkan pada prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna mendukung terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional.

Implikasi dari kebijakan ini adalah perlunya diversifikasi energi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, salah satunya dengan mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).

Dalam KEN, target EBT secara spesifik diatur dengan tenggat waktu 2025 dan 2050.

Dalam target tersebut, porsi EBT dalam bauran energi nasional harus mencapai setidaknya 23% di tahun 2025 dan paling sedikit 31% tahun 2050 sepanjang keekonomiannya terpenuhi.

Target ini setara dengan 45,2 GW pembangkit listrik EBT di tahun 2025, sisanya merupakan kontribusi dari biofuel, biomassa, biogas, dan coal bed methane.".

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat