androidvodic.com

Industri Tekstil Minta Revisi UU Ketenagakerjaan, Standar Usia Kerja Buruh Diturunkan Jadi 17 Tahun - News

News, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta Pemerintah merevisi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan demi menjaga industri tektil dan produk tekstik (TPT) Indonesia bisa bersaing lebih kuat lagi di pasar ekspor maupun di pasar dalam negeri dalam menghadapi produk TPT impor barang sejenis.

Anne. P. Sutanto, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Luar Negeri Badan Pengurus Nasional API menyatakan, revisi mendesak dilakukan terutama pada sejumlah pasal yang selama ini dinilai sangat memberatkan industri TPT Nasional.

Pasal-pasal dimaksud membuat industri TPT anggota API merosot daya saingnya menghadapi gempuran produk tekstil asal Vietnam dan China di pasar internasional dan membuat ketahanan sandang nasional jadi lemah.

Pasal-pasal dimaksud yang diminta direvisi segera antara lain menyangkut jam kerja buruh dalam seminggu. Anne mengatakan jika dibandingkan dengan buruh di Vietnam dan China, selisih jam kerja buruh mencapai 20 persen dari buruh di Indonesia yang jam kerjanya lebih rendah per pekannya.

Padahal, negara-negara tersebut selama ini menjadi kompetitor Indonesia di pasar tekstil.

Baca: Sebelum Suami Jadi Tersangka, Istri Imam Nahrawi Sempat Tuliskan Ungkapan Rasa Syukur

Anne menyebut, Pasal 77 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, setiap pengusaha wajib melakukan ketentuan waktu kerja sebanyak 40 jam dalam satu minggu.

Sementara di China dan Vietnam jam kerja buruh mereka mencapai 48 jam per minggu.

API meminta, pasal ini direvisi dengan ketentuan jam kerja menjadi 45 sampai 48 jam per pekannya.

Baca: Jenderal Negosiator Perdamaian Ini Disebut-sebut Calon Menhan di Kabinet Jokowi II

Pasal lainnya yang mereka minta revisi adalah pesangon buruh yang seharusnya sudah masuk dalam BPJS, serta biaya lembur yang lebih tinggi dibandingkan dengan berbagai negara yang merupakan kompetisi Indonesia.

API juga meminta batasan terendah buruh yang boleh bekerja diturunkan dari semula 18 tahun menjadi cukup 17 tahun. "Di usia itu (17 tahun) buruh sudah boleh mengemudikan kendaraan, punya SIM. Kenapa untuk bekerja mereka harus menunggu usia 18 tahun. Ketentuan ini bisa memicu pengangguran terselubung karena sekitar 80 persen anak SMK sudah lulus sekolah di usia 17 tahunan," ujar Anne di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Baca: Aiptu Wayan Sempat Curiga Lihat Nenek Gendong Cucunya di Cilincing

Anne mengingatkan, industri TPT selama ini menyerap hampir 2 juta pekerja di sektor formal dan industri ini merupakan satu dari sedikit sektor industri yang terus tumbuh di Indonesia di tengah persaingan yang ketat di pasar dunia.

Anne menyebutkan, jika roadmap TPT Indonesia dapat tercapai, pekerja formal yang bisa
diserap industri TPT nasional akan bertambah berkali-kali lipat. Daya saing industri TPT juga akan naik tajam.

"UU Ketenagakerjaan kita harus lebih kompetitif melalui perbandingan dengan negara produsen TPT yang lain dapat mendorong produktivitas nasional yang sangat dibutuhkan terutama oleh industri TPT yang padat karya ini," ujar Anne.

Ade Sudrajat, Ketua Umum BPN API menyatakan industri TPT nasional saat ini juga terbebani oleh biaya pemakaian energi yang dirasa kurang berdaya saing.

Tarif listrik untuk industri dari PLN yang tanpa memberikan diskon harga untuk pemakaian di malam hari seperti dilakukan untuk industri TPT di China membuat biaya energi industri TPT Indonesia menjadi tinggi.  

Ade menjelaskan, saat ini berlaku biaya energi sebesar US$ 11 sen per Kwh di Indonesia.

Sementara, biaya penggunaan energi listrik di Vietnam dan Bangladesh hanya US$ 6 sen per Kwh.

China memberlakukan biaya pemakaian energi sebesar US$ 11 sen per Kwh. Namun memberikan diskon lama hari, menjadi US$ 8 sen per Kwh jika dirata-rata.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat