androidvodic.com

Pajak Karbon Tahun Depan Diterapkan, BGK Ingatkan Pentingnya Sustainability Report - News

Laporan Wartawan News, Malvyandie

News, JAKARTA - Jika tak ada aral, pemerintah bakal menerapkan pajak karbon mulai, tahun depan. Rencananya ditetapkan minimal Rp 75 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e), atau satuan yang setara.

Di Singapura, pajak karbon dikenakan bagi industri yang menghasilkan 25.000 ton, atau lebih CO2e dalam setahun.

Tarifnya $5 per ton emisi gas rumah kaca (GRK) setara ton karbon dioksida (tCO2e), sejak 2019 hingga 2023.

Baca juga: Pajak Karbon Dinilai Dapat Menghambat Pemulihan Ekonomi

Bank Dunia maupun IMF, merekomendasikan pajak karbon untuk negara berkembang berkisar US$35-US$100 per ton, atau sekitar Rp 507.500-Rp1,4 juta (kurs Rp14.500/US$) per ton.

Terkait penerapan pajak karbon yang tinggal menghitung hari, Founder Bumi Global Karbon (BGK), Achmad Deni Daruri mengingatkan pentingnya sosialisasi kepada pelaku usaha dan masyarakat.

"Sosialisasi terkait pajak karbon perlu dilakukan sejak awal. Pelaku usaha, lembaga pemerintah serta masyarakat luas, perlu paham akan adanya manfaat dari pajak karbon dan merupakan gerakan dukungan bagi pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi nasional pada 2030," papar Deni dalam keterangan yang diterima News, Selasa (21/9/2021).

Baca juga: Go Green, Pertamina Targetkan Penurunan Emisi Karbon 34 Ribu Ton per Tahun dari 5000 PLTS GES

Langkah awal apa yang seharusnya diambil para pelaku usaha?  Dia bilang, untuk menentukan nilai total pajak karbon, perlu adanya perhitungan emisi GRK yang menyeluruh dari kegiatan usaha yang dijalankan.

Sehingga tarif pajak tersebut dapat tepat dan akurat. Seringkali pelaku usaha bingung bagaimana menghitung emisi GRK, padahal mereka memiliki laporan keberlanjutan perusahaan yang dimana didalamnya terdapat komponen perhitungan emisi GRK.

Pada 2020, lanjutnya, hanya terdapat 39 emiten, 17 BUMN dan 21 perbankan yang menyusun laporan keberlanjutan periode 2019.

Di sisi lain, belum terdapat daerah di Indonesia, atau lembaga negara yang menyusun laporan keberlanjutan.

Hanya dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yaitu sebanyak 5 SKPD yang menyusun laporan keberlanjutan periode 2019.

Baca juga: Menteri LHK Siti Nurbaya Jelaskan FoLU Net Sink Bersih Karbon 2030

"Padahal laporan keberlanjutan ini memuat informasi terkait kinerja lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan. Dengan menyusun laporan keberlanjutan, selain merupakan bentuk kepatuhan terhadap regulator, laporan ini menjadi media yang tepat untuk menginformasikan perhitungan emisi GRK sebagai dasar perhitungan pajak karbon," tuturnya.

Pelaku usaha, kata dia, dapat menggunakan laporan ini sebagai jawaban kepada berbagai pemangku kepentingan yang menanyakan kinerja lingkungan.

Dalam laporan keberlanjutan terdapat kerangka pelaporan yang mengarahkan pelaku usaha tentang apa dan bagaimana penulisan serta perhitungan dilakukan.

Di mana, pelaku usaha dapat menghitung serta menginformasikan perhitungan emisi GRK cakupan 1, 2 dan 3 serta kontribusi penurunan emisi yang dicapai.

Deni bilang, terkait metodologi serta faktor konversi yang digunakan dalam perhitungan laporan keberlanjutan, memudahkan pelaku usaha untuk dapat memetakan strategi penurunan emisi serta mengkuantifikasikan kinerja tersebut.

Dengan adanya perhitungan emisi dalam laporan keberlanjutan, harapannya adalah implementasi pajak karbon dapat lebih terukur, akurat, kredibel dan objektif.

"Adanya pajak karbon ini mendorong percepatan transisi menuju ekonomi rendah karbon, transformasi energi menuju sistem energi terbarukan, mendorong penerapan teknologi rendah emisi, sekaligus menambah penerimaan negara," ungkapnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat