androidvodic.com

Guna Capai Pemerataan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Kemenkeu Lakukan Kebijakan TKD - News

News - Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman menjelaskan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal merupakan alat untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok NKRI. 

Untuk mencapai pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok Indonesia itu, maka dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemerintah melakukan kebijakan Transfer ke Daerah (TKD). 

Adapun kebijakan TKD adalah suatu kesatuan yang dialokasikan dari penerimaan negara dengan tujuan mengurangi ketimpangan fiskal Pusat dan Daerah serta ketimpangan fiskal dan pelayanan publik antar daerah. 

Dari tahun ke tahun, alokasi TKD dalam APBN terus mengalami kenaikan dan peningkatan dalam satu dekade. Berikut alokasi kenaikan yang terjadi yaitu pada tahun 2014 alokasi TKD mencapai Rp573,7 triliun, tahun 2015 naik menjadi Rp623,1 triliun, tahun 2016 naik menjadi Rp710,3 triliun, tahun 2017 menjadi Rp742 triliun, tahun 2018 bertambah menjadi Rp757,8 triliun, tahun 2019 meningkat sebesar Rp813 triliun, tahun 2020 senilai Rp762,5 triliun, tahun 2021 sebesar Rp785,7 triliun, tahun 2022 di angka Rp816,2 triliun, tahun 2023 menjadi Rp814,7 triliun dan pada APBN 2024 mendatang ditetapkan sebesar Rp857,6 triliun. 

Untuk mewujudkan alokasi TKD pada APBN 2024 yang telah ditetapkan tersebut, maka kebijakan TKD TA 2024 adalah sebagai berikut. 

1. Meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah, serta harmonisasi belanja pusat dan daerah. 
2. Meningkatkan kualitas pengelolaan TKD
3. Memperkuat penggunaan earmarking TKD pada sektor prioritas
4. Meningkatkan efektivitas dan optimalisasi penggunaan TKD mendukung pencapaian program nasional
5. Menerbitkan pedoman atau juknis dan regulasi yang sederhana, terintegrasi dan tersinkronisasi sebelum tahun anggaran dimulai
6. Meningkatkan harmonisasi kebijakan dan pengalokasian TKD untuk mengatasi stunting, kemiskinan, inflasi, dan investasi
7. Mendorong pemda agar menggunakan TKD untuk kegiatan yang produktif dengan multiplier effect yang tinggi.

Selain itu, peningkatan TKD pada TA 2024 juga digunakan untuk menampung kebijakan prioritas, antara lain dukungan terhadap penggajian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Daerah dan kenaikan gaji pokok Aparatur Sipil Negara (ASN) Daerah, peningkatan pelayanan publik di daerah, dukungan operasional bagi sekolah, PAUD, dan pendidikan kesetaraan, serta dukungan penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting di daerah. 

“Mengenai pengentasan angka kemiskinan ekstrem tentunya tidak akan tercapai apabila hanya mengandalkan program-program pemerintah pusat saja. Maka itu, perlu adanya dukungan program dari pihak yang paling kecil, yaitu pemerintah desa. Oleh karena itu, harmonisasi kebijakan fiskal pusat dan daerah menjadi suatu hal yang sangat penting,” ujar Luky Alfirman. 

Untuk diketahui, lanjut Luky, dalam Undang-Undang (UU) APBN 2024 alokasi TKD sebesar Rp857,6 triliun tersebut terbagi dalam beberapa bagian sebagai berikut. 

  1. Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp143,10 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2023 lalu, yakni sebesar Rp136,3 triliun. DBH ini diketahui, bertujuan untuk mengurangi vertical imbalance dengan memberikannya kepada daerah penghasil, pengolah, daerah lain yang berbatasan langsung, dan daerah dalam satu provinsi.
  2. Dana Alokasi Umum sebanyak Rp427,7 triliun, dimana dana ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp396 triliun. Adapun Dana Alokasi Umum ini diarahkan untuk meningkatkan pemerataan layanan publik dan kemampuan keuangan antar daerah, diantaranya dengan kebijakan kenaikan belanja gaji dan tunjangan melekat ASN Daerah sebesar 8 persen dan dukungan penggajian PPPK yang telah diangkat oleh Pemda.
  3. Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp188,1 triliun (terdiri dari DAK Fisik sebesar Rp53,8 triliun, DAK Non Fisik sebesar 133,8 triliun, dan Hibah ke Daerah sebesar 0,5 triliun), mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu sebesar Rp185,8 triliun. Dimana, DAK ini bertujuan untuk meningkatkan layanan prioritas baik fisik dan nonfisik, termasuk infrastruktur dan operasional layanan publik di daerah Penambahan DAK Fisik bersumber dari pergeseran hibah ke daerah. Sedangkan untuk penambahan DAK Nonfisik karena adanya perubahan target output alokasi Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tunjangan Khusus Guru (TKG) pada ASN di daerah dengan memperhitungkan kenaikan gaji.
  4. Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp18,3 triliun, lebih besar dari tahun sebelumnya senilai Rp17,2 triliun.
  5. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp1,4 triliun atau sama dibandingkan tahun 2023.
  6. Dana Desa sebesar Rp71 triliun, naik daripada tahun lalu Rp70 triliun.
  7. Insentif Fiskal sebesar Rp8 triliun atau sama dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca juga: Kemenkeu Sebut Ongkos Nyaleg Bisa Tembus Rp5 Miliar per Orang, Perekonomian Bakal Terdongkrak

Pemerintah pusat, kata Luky, juga telah menyiapkan mekanisme penghargaan bagi pemerintah daerah dalam bentuk Insentif Fiskal guna memastikan implementasi program-program pemerataan pembangunan. 

"Dengan adanya mekanisme penghargaan tersebut, pemerintah daerah termotivasi untuk meningkatkan kualitas belanja daerah, bukan hanya melalui belanja pegawai. Namun, juga untuk pembuatan program kerja yang dapat dirasakan langsung hasilnya oleh masyarakat daerah," tutup Luky. 

Sebagai informasi, para founding fathers Indonesia telah meletakkan dasar-dasar kenegaraan berbentuk NKRI yang menerapkan sistem desentralisasi. 

Adapun filosofi mengenai desentralisasi itu, termasuk di dalamnya desentralisasi fiskal selaras dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 18 tentang NKRI dibagi atas daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 

Kemudian, kebijakan desentralisasi itu diperkuat dalam UUD 1945 Pasal 18A Ayat 1 yang berbunyi, Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, yang diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 

Lalu, pada Ayat 2 menyatakan, Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. 

Baca juga: Kemenkeu Lepas 25 Produk UMKM Jawa Timur Ekspor ke Lima Benua

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat