androidvodic.com

Industri Timah di Babel Lesu, Mulai Marak Gelombang PHK - News

News, JAKARTA - Dampak lesunya bisnis industri timah, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dikabarkan makin marak di Bangka Belitung (Babel).

Pemerintah Provinsi Bangka Belitung pun mengakui sudah mengetahui terjadinya PHK dan karyawan yang dirumahkan dari perusahaan smelter, utamanya lewat laporan lisan. Karenanya perlu diwanti-wanti dampak buruk dari lesunya industri timah di Babel.

"Sisi ketenagakerjaan pasti akan ada masalah, terutama jumlah orang yang tidak bekerja akan bertambah dan efek lainnya akan muncul," kata Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Hubungan Industrial (HI) dan Jaminan Sosial (Jamsos) Disnaker Babel Agus Afandi.

Baca juga: Sembilan Aset Milik Suwito Gunawan alias Awi Disita Kejagung, Ada atas Nama Keluarga

Salah satu kekhawatiran dari banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan adalah meningkatnya kriminalitas. Ketika pendapatan menjadi sulit diraih, potensi naiknya kriminalitas justru semakin tinggi.

"Untuk masalah ini tentu bukan hanya Disnaker, tapi semua stakeholder harus berperan. Kita hanya berharap upaya hukum untuk memberi sanksi dan penertiban usaha Pertimahan di Babel, sebagai cara untuk pengusaha terutamanya menjalankan usaha dengan mengikuti aturan yang berlaku. Kita tidak berharap hal-hal yang buruk terjadi, tentu semua pihak dapat mengambil pelajaran dari yang sudah terjadi dan mengantisipasi yang tidak baik," kata Agus.

Disebutkan, smelter timah di Bangka Belitung kini banyak tak beroperasi lagi. Kabar ini mencuat di tengah penanganan kasus tindak pidana korupsi smelter timah, yang kini telah menjerat sejumlah tersangka.

Kejagung memang belum merilis berapa nilai kerugian dari praktik bisnis tersebut. Kejagung menetapkan kerugian negaranya dari penghitungan kerusakan ekologis yang lakukan oleh pakar lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo. Angkanya fantastis. Rp 271 triliun. Terbesar dalam sejarah penyidikan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia.

Aktivis lingkungan, sekaligus Pembina Yayasan Rehabilitasi Alam Bangka Belitung Elly Rebuin mempertanyakan metode yang digunakan oleh Bambang Hero Saharjo. Penambangan timah di Bangka telah dimulai sejak tahun 1711.

“Kerusakan alam babel, sudah terjadi sejak peradaban timah berlangsung. Kok bisa kerusakan alam tersebut dibebankan ke kegiatan kerjasama tahun 2015 – 2022,” Tanya Elly. Menurutnya, kerusakan tidak bisa dilihat pada periode tertentu saja karena kegiatan penambangan sudah berlangsung berabad-abad sebelumnya.

Aktivitas tambang timah, menurut Wakil Ketua Bidang Lingkungan Hidup HKTI Babel itu, jangan hanya dilihat dari aspek negatifnya. Tapi keuntungan ekonomi bagi pemerintah, masyarakat dan dunia bisnis juga harus dipertimbangkan.

Elly berpendapat bahwa pelaku tambang bekerja tidak dalam kondisi tata niaga yang jelas. Tapi carut marut. Kerjasama dengan PT Timah di akhir tahun 2018 – 2020 dimana hasil tambang rakyat dikumpulkan oleh PT Timah, diberi kompensasi dan dilebur ditempat smelter swasta lalu hasilnya logam dikirim ke PT Timah menurut Elly adalah skema yang paling benar.

“Hasil carut-marut kembali ke negara melalui PT Timah, penambang rakyat tetap bekerja dan perekonomian babel tetap berjalan,” jelas Elly.

Sebenarnya PT Timah dan smelter tidak bisa menerima hasil tambang timah dari masyarakat karena dianggap ilegal dan melanggar hukum. Namun hal itu harus dilakukan karena banyak wilayah konsesi IUP PT Timah dan perusahaan swasta yang ternyata tidak memiliki kandungan timah. Sebaliknya, lahan masyarakat seperti perkebunan justru menghasilkan timah meski hanya di beberapa titik.

"Di sini akhirnya transaksi terjadi, namanya masyarakat kan pragmatis butuh uang, mereka menjual hasil tambang timahnya ke swasta karena dari sisi harga bisa dua kali lipat dibanding jika menjual ke PT Timah, untuk pencatatan laporan klaimnya dari IUP konsesi perusahaan swasta tadi. Nah ini masalahnya, perlu ada revisi regulasi yang memfasilitasi," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang dan Pengolahan Pasir Mineral Indonesia (Atomindo) Rudi Syahwani.

"Kalau masyarakat dilarang menambang toh itu di tanah mereka sendiri, dan aktivitas itu ada sebelum PT Timah dan swasta ada di tempat mereka. Aneh kalau masyarakat yang dikorbankan," ujarnya.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) terus memburu barang-barang tersangka milik tersangka kasus korupsi timah Harvey Moeis dan Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto untuk disita negara. Dua mobil yang disita dari suami Sandra Dewi adalah Toyota Vellfire dan Lexus. Sedangkan dua mobil yang disita dari Robert Indarto adalah Toyota Innova Zenix dan Mercedes Benz.

Ketika para tersangka memiliki barang mewah, nasib berbalik justru dirasakan oleh banyak masyarakat Bangka Belitung saat ini. Sejumlah smelter kini sudah tidak lagi beroperasi yang membuat sebagian masyarakat kehilangan mata pencaharian.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat