androidvodic.com

Akademisi: Relaksasi Impor Bikin Pasar Domestik Kebanjiran Produk Jadi dari Luar Negeri - News

News, JAKARTA - Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fahmi Wibawa khawatir pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang relaksasi impor akan membuat industri dalam negeri akan semakin tersungkur, karena membanjirnya produk jadi di pasar dalam negeri.

Menurut Fahmi yang lebih mengerikan lagi adalah dampak ikutan dari relaksasi impor akan meningkatkan nilai impor dan memberikan dampak buruk terhadap nilai tukar rupiah yang terus merosot jatuh dalam waktu yang singkat.

“Ya memang kalau kita baca keseluruhan Permendag No. 8/2024, sepertinya memang ibarat menggelar karpet merah buat importir produk-produk jadi. Betapa tidak, terdapat tujuh substansi dalam Permendag No. 8/2024, enam diantaranya secara eksplisit menyiratkan relaksasi impor,” kata Fahmi yang juga merupakan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).

Fahmi menggarisbawahi hasil analisanya bahwa enam dari tujuh substansi utama dalam Permendag No. 8/2024 semangatnya relaksasi impor.

Menurutnya wajar jika dikatakan bahwa semangat dari keluarnya aturan tersebut untuk membuka keran impor lebih besar yang di sisi lain akan sangat merugikan industri dalam negeri.

“Permendag No. 8/2024 sebaiknya kembali direvisi dengan mengikutsertakan asosiasi-asosiasi industri dan kamar dagang, supaya duduk bersama guna mengetahui secara detail aspirasi dari kedua belah pihak. Karena jika kebijakan impor ini terelaksasi sangat luas, efek domino yang terjadi bukan main bahayanya,” Fahmi mengingatkan.

Fahmi juga mengkritik surat apresiasi dari perwakilan kamar dagang asing menyatakan bahwa aturan yang merupakan relaksasi impor tersebut akan mendorong terciptanya lingkungan bisnis lebih kondusif dan menegaskan komitmen Indonesia dalam memfasilitasi perdagangan internasional.

Baca juga: Akademisi: Relaksasi Impor Berpotensi Rugikan Pelaku Industri Domestik

Menurutnya pemerintah dalam hal ini Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Mendag Zulkifli Hasan mestinya berperan sebagai penyeimbang.

World Trade Organization (WTO) menegaskan, negara (anggota) dapat mengambil tindakan pengamanan (safeguard) untuk melindungi industri domestik dari dampak negatif perdagangan bebas.

Fahmi juga menyoroti perwakilan kamar dagang asing yang masih meminta pemerintah Indonesia untuk merelaksasi izin impor lebih luas lagi dari yang sudah dilakukan melalui Permendag No. 8 /2024.

Menurutnya pemerintah sebaiknya tidak melakukan relaksasi impor lebih jauh lagi.

Baca juga: Serikat Buruh: UU Cipta Kerja Biang Kerok Badai PHK di Industri Tekstil

Sebelumnya, pada 29 Mei 2024 lalu beberapa kamar dagang asing menyampaikan apresiasi kepada Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto atas terbitnya Permendag No 8 tahun 2024 yang menggantikan Permendag No 36 Tahun 2023 yang dinilai oleh kamar dagang asing di Indonesia ramah terhadap kegiatan impor ke Indonesia.

“Permendag No. 8/2024 ini saja sudah cukup melukai hati para pelaku industri dalam negeri. Dalam surat itu, Kamar Dagang dan Industri Asing, meminta beberapa komoditas ditingkatkan relaksasinya seperti tekstil, besi dan baja, serta ban. Bila permintaan itu dipenuhi, dikhawatirkan akan mengganggu industri tekstil dalam negeri yang sudah memberikan kontribusi ke PDB sebesar 1.05 persen dan industri barang logam sebesar 1.57 persen. Akan banyak pelaku industri yang gulung tikar, dengan konsekuensi pengangguran akan semakin besar. Selain itu, Rupiah juga akan makin melemah karena permintaan terhadap USD semakin tinggi,” terang Fahmi.

Lebih lanjut Fahmi menjelaskan bahwa relaksasi impor yang berlebihan yang salah satunya dilakukan melalui Permendag No. 8/2024 ini akan menghantam industri dalam negeri.

Jika tidak diimbangi dengan regulasi yang saling menguntungkan dan menyeimbangkan, hal ini akan membahayakan iklim bisnis industri dalam negeri. industri dalam negeri harus kembali bersaing dengan industri luar negeri, sehingga masih perlu didukung agar dapat menghasilkan produk dan harga yang bisa bersaing dengan industri luar.

“Jika pemerintah tidak bersikap imbang dengan mendukung industri manufaktur, dikhawatirkan badai manufaktur akan terjadi dalam waktu singkat di Indonesia. Perlu diketahui, tidak ada negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dari tingginya impor di negara tersebut,” tambah Fahmi.

Fahmi juga mengingatkan pemerintah akan kekecewaan beberapa asosiasi industri yang menyuarakan bahwa setelah aturan Permendag No. 8/2024 dijalankan dengan ditandai dilepasnya puluhan ribu kontainer yang izin-izin impornya bermasalah pada 17 Mei 2024, mereka mulai kehilangan kontrak dalam negeri karena pelanggannya memilih untuk melakukan impor.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat