androidvodic.com

Eksil korban peristiwa 1965: Apa kaitan mereka dengan label PKI sehingga tidak diakui sebagai WNI? - News

Nama Sukrisno dan Siti Aminah terpahat pada batu nisan marmer di antara deretan batu kubur bertuliskan nama-nama Belanda di makam Zorgvlied, sisi kiri Sungai Amstel, Amsterdam.

Sebelum peristiwa 1965, Sukrisno adalah sosok yang dikenal dekat dengan Presiden Sukarno. Dia ditugaskan mendirikan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Rumania dan menjadi duta besar pertama di negara Eropa timur itu.

Menyusul penempatan di Bukares, Sukrisno lantas diperintahkan membangun Kedutaan Besar Republik Indonesia di Vietnam dan sekaligus ditunjuk menjadi duta besarnya di Hanoi pada tahun 1965.

"Kemudian terjadi peristiwa September 1965 di Indonesia, bapak masih tetap menjadi duta besar. Kalau tak salah tahun 1966, bapak menyatakan tidak bisa mengikuti terus pemerintahan Orde Baru. Bapak tetap mengikuti dan berdiri di belakang Presiden Sukarno. Jadi ketika itu bapak meletakkan jabatan sebagai duta besar Indonesia untuk Vietnam," ungkap Siti Krisnowati atau Wati, putri tertua Sukrisno.

Ketika terjadi pergolakan politik yang disusul dengan pembantaian massal, Wati, dua adik dan ibunya masih berada di rumah mereka di Cikini, Jakarta. Baru beberapa bulan saja mereka pulang dari Rumania. Adapun abangnya tetap tinggal di Rumania untuk menyelesaikan studi.

Situasi politik dan keamanan di Indonesia kian memburuk. Sebagaimana diceritakan Wati, pada awal tahun 1966, Soerjadi Surjadarma, mantan kepala staf angkatan udara, menteri pos dan telekomunikasi pada waktu itu, menyarankan kepada ibunya untuk segera membawa keluarga menyusul Dubes Sukrisno. Berprofesi sebagai guru, Siti Aminah aktif di organisasi perempuan, Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari).

"Ibu dan bapak banyak kenalan. Misalnya Pak Surjadarma memberitahu ibu; 'Jeng cepat tinggalkan sini, karena situasinya semakin gawat. Di sana sini banyak orang ditangkapi dan sebagainya,'" ungkapnya.

Wati mengisahkan serpihan-serpihan pahit perjalanan hidup keluarganya kepada saya di samping pusara orang tuanya pada Minggu (07/05). Cabang-cabang pohon rindang berdesir, diiringi nyanyian burung. Matahari baru saja tersingkap dari awan di atas ibu kota Belanda.

Menghadapi berbagai rintangan untuk bisa keluar dari ibu kota Indonesia, ibunda Wati akhirnya berhasil membawa keluarga ke Vietnam melalui China. Tak lama keluarga berkumpul di Hanoi, perang Vietnam berkecamuk. Semua keluarga diplomat diperintahkan pergi. Keluarga tersebut menghadapi dilema.

Dari Vietnam, Sukrisno mengungsikan istri, Siti Aminah, bersama tiga anak mereka ke negara yang paling dekat, China (dulu dikenal dengan nama Tiongkok).

Tak berselang lama, Duta Besar Sukrisno meletakkan jabatan karena tidak setuju dengan pembantaian massal. Penguasa baru di Indonesia menyatakan Dubes Sukrisno persona non grata.

Pulang ke Jakarta juga bukanlah pilihan karena banyak pendukung Sukarno dipenjara, disiksa atau dihilangkan. Ini terjadi setelah secara bertahap kekuasaan beralih dari Presiden Sukarno ke Soeharto, yang saat itu menjabat Pangkostrad.

Meniti karier sebagai wartawan, Sukrisno sering mengikuti rombongan presiden pertama tersebut dan menyertai Mohamad Hatta ke Belanda dalam rangka Konferensi Meja Bundar pada 1949. Sukrisno pernah pula menduduki berbagai jabatan penting seperti di Kantor Berita Antara dan di Dewan Perancang Nasional.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat