androidvodic.com

UU Anti Deforestasi Uni Eropa Resahkan Petani Kecil Afrika - News

Setahun silam Uni Eropa menetapkan aturan mengikat bagi setiap perusahaan pengimpor komoditas pertanian seperti kopi, minyak sawit dan cokelat.

Seterusnya, UU Deforestasi, EUDR, tidak lagi mengizinkan masuknya produk dari lahan hasil penebangan hutan, dari pendudukan paksa lahan adat atau yang sarat pelanggaran hak asasi manusia dan hak buruh.

Dampak pertama dirasakan para petani kopi di Afrika.

"Kami tidak banyak melihat pembeli tahun ini," kata Tsegaye Anebo, manajer di salah satu serikat petani kopi di Etiopia, Sidama Coffee Farmers Cooperative Union.

Biasanya, petani Afrika menerima pesanan biji kopi untuk dijual di supermarket dan toko-toko di Eropa. Tapi menurut Anebo, pasar masih meraba konsekuensi UU Deforestasi terhadap rantai suplai, "ada perasaan ambiguitas di dalam pasar," kata dia.

Keresahan serupa dilaporkan asosiasi petani kecil lain, seperti Oromia Coffee Farmers Cooperatives Union yang mengatakan perusahaan Eropa mulai menghindari biji kopi dari ladang mereka.

Ketika disahkan, EUDR mendulang pujian dari organisasi-organisasi lingkungan internasional, termasuk Greepeace. UU tersebut dianggap bisa menjamin produk yang bebas dari dosa lingkungan bagi para konsumen di Eropa.

Bagi para petani kecil di Afrika, EUDR sebaliknya dikhawatirkan bisa menjadi lonceng kematian.

Bagaimana menyeleksi kopi deforestasi?

Sebanyak tujuh komoditas diwajibkan mematuhi UU Deforestasi, termasuk juga peternakan, kedelai, kayu dan karet.

Penanaman kopi diperkirakan setiap tahun membabat sekitar 130.000 hektar hutan di seluruh dunia, menurut Barometer Kopi 2023, laporan tahunan organisasi advokasi Solidaridad Network and Conservation International.

Sebagai pengawasan, UE ingin menerbitkan label digital bagi setiap produk, dengan membeberkan riwayat lahan dan kinerja perusahaan penyuplai bahan baku. "Kemudahan melacak membuat seluruh rantai suplai menjadi transparan," kata Jenniver Mbuvi, pakar keberlanjutan Kenya.

Sistem tersebut dilengkapi data spasial yang bisa mengungkap apakah kapasitas produksi sudah sesuai dengan luas lahan atau jika perusahaan membeli produk tambahan dari sumber gelap.

Masalahnya, pengumpulan data nantinya dibebankan kepada perusahaan.

Bagi Maria Naranjo, pakar ekonomi hijau dan tata kelola lahan di Wageningen University, Belanda, EUDR dinilai memukul rata semua sektor, wilayah dan produk tanpa mempertimbangkan bagaimana kontribusinya terhadap deforestasi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat