androidvodic.com

Perawat Lansia: Banyak Dibutuhkan, Tapi Kurang Diapresiasi - News

Indonesia mengalami kondisi peningkatan jumlah lansia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, persentase penduduk lansia di Indonesia mencapai 32 juta jiwa, atau 11,75% dari total penduduk Indonesia. Namun sayangnya kondisi ini tak sebanding dengan tenaga kesehatan pendukungnya.

Diperkirakan, diibutuhkan keterampilan dan bidang ilmu keperawatan khusus untuk bisa membersamai dan merawat lansia. Mereka adalah perawat gerontik, perawat dengan bidang keilmuan untuk memberi pelayanan professional berbentuk bio-psiko-sosial-spiritual yang diterapkan secara kultural dan holistik, ditujukan kepada klien atau pasien lanjut usia baik sehat maupun sakit.

Belum diketahui data terkait jumlah perawat yang menekuni bidan profesi ini. Namun di beberapa panti werdha atau panti jompo, ketimpangan antara jumlah lansia dan perawat masih sering ditemui.

Seperti halnya di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, sebanyak 356 lansia dengan beragam kondisi kesehatan tinggal di sini. Bahkan sebagian dari mereka adalah lansia terlantar dengan gangguan kejiwaan.

Inilah keseharian yang harus dilakoni Natalia Naibaho, salah seorang perawat lansia yang bertugas. Di panti asuhan ini, para lansia dibagi dalam 12 ruangan berbeda. Oleh karenanya, satu perawat bertanggungjawab membersamai lansia yang ada dalam satu ruangan tersebut. "Satu ruangan itu ada yang lima belas (lansia), ada yang dua puluh enam, ada yang dua puluh empat. Jadi otomatis satu pendamping mengurus di satu ruangan tersebut” jelasnya.

Dalam wawancara kepada DW, Natalia bercerita, selain harus merawat lansia dengan bermacam keterbatasan fisik dan kesehatan, kesabaran dan manajemen emosi juga jadi satu hal penting: "Apalagi kalau menghadapi lansia-lansia di sini, karena mereka berbeda bukan seperti lanisa seperti nenek kita di rumah, karena mereka kebanyakan dari jalanan," Ia menambahkan: "Seperti kalau tidur, suka tidur bukan di tempat tidur, padahal mereka punya tempat tidur yang nyaman, tetapi mereka lebih memilih tidur di teras. Seperti makan, kita makan di sini tiga kali, dan ada snack, tapi mereka merasa tidak dapat makan, mereka simpan dan ujung-ujungnya makanan itu jadi basi. Tingkah laku yang kasar juga, otomatis karena mereka dari jalanan”

Merawat, membersihkan kamar, hingga menemani berkegiatan jadi keseharian.

Tak hanya bertanggung jawab atas kesehatan dan kegiatan keseharian para lansia di sini, mereka juga bertugas untuk membersihkan ruangan sekaligus memastikan semua lansia mengonsumsi obat sesuai kebutuhan mereka. "Kegiatan saya di pagi hari pasti dengan membangunkan nenek, karena kita perempuan, pasti merawatnya di bagian nenek, mendampingi makan, kebersihan kamar atau wismanya, mendampingi kegiatan yang sudah terjadwal seperti senam, angklung, keterampilan, kebaktian.” ujar Natalia.

Hal inilah yang mengharuskan Natalia membagi waktu dan fokus, karena masing-masing lansia memiliki kondisi dan kebutuhan yang berbeda-beda: "Karena kita tahu lansia itu kembali lagi menjadi kaya anak-anak, pasti kalau kita kasar enggak bisa, karena mereka tetap saja orang tua, harus lebih sabar.” jelasnya.

Tak sedikit dari para kakek-nenek di sini yang ‘rewel' dan butuh perhatian khusus. Terkadang mereka membutuhkan perhatian ekstra dari Natalia untuk sekadar mengobrol dan bermain. "Sementara tingkah laku atau polanya itu sudah kembali menjadi anak-anak” kata Natalia.

Kekurangan Tenaga Kerja, Pelayanan Lansia di Jerman Perlu Perbaikan Total

Jumlah perawat membeludak, tapi perawat lansia tak banyak.

Ketimpangan antara jumlah lansia dan ketersediaan perawat memang terbilang miris. Mengacu pada Keputusan Menteri Sosial nomor 50 tahun 2004, tentang Standarisasi Panti Sosial, ditetapkan bahwa idealnya untuk mendapatkan pelayanan prima rasio perbandiangan perawat dan lansia adalah 1:5. Yang berarti, kondisi ini masih jauh dari standar.

Namun bukan berarti Indonesia kekurangan perawat, berdasar data Kemenkes, per tahun 2023 terdapat 1,49 juta tenaga kesehatan. Jumlah ini didominasi oleh perawat, dengan jumlah 582 ribu orang atau sekitar 39%.

Fakta lain menunjukkan, tenaga perawat gerontik Indonesia justru banyak dikirim ke luar negeri. Salah satunya adalah program Government to Government (G to G) atau program antar pemerintah Indonesia dan Jepang, yang pada 2019 mengirim 338 perawat ke Negeri Sakura, 300 di antaranya adalah perawat lansia.

Terbatasnya jumlah perawat lansia di panti-panti sosial terbilang miris, terlebih di tengah banyaknya jumlah perawat. Masalah gaji dan insentif disinyalir jadi salah satu faktornya. Dilansir dari Kajian Komponen Insentif Tenaga Kesehatan, Kemenkes RI. Gaji perawat lansia di Indonesia berada di rentang 2,5 juta hingga 6 juta perbulan, tergantung pada pengalaman dan kualifikasinya. Sedangkan untuk perawat lansia yang mengikuti program G to G ke Jepang akan mendapat gaji pokok awal sekitar 100.000 hingga 200.000 yen atau sekitar 11 – 21 juta per bulannya.

The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mengkaji negara mitra mereka, dan mengungkapkan bahwa dari 10 negara di Asia (seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, India, Taiwan, Filipina, dan Thailand), Indonesia berada di peringkat terbawah soal gaji awal profesi perawat.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat