androidvodic.com

PKPU 10/2023 Berpotensi Loloskan Pelaku Kekerasan Seksual Jadi Pejabat Publik  - News

News, JAKARTA - Komnas Perempuan mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera merevisi Peraturan Komisis Pemilihan Umum (PKPU) No. 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif.

Pasalnya dalam aturan tersebut ada pengaturan yang berpotensi meloloskan pelaku kejahatan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), baik terhadap perempuan maupun anak.

"Kami memberikan apresiasi atas respon KPU yang menyatakan akan merevisi PKPU tersebut. Tapi ini tidak hanya pasal tentang pembulatan. Ada pasal 11 ayat satu huruf g, terkait dengan syarat bakal calon ada pernyataan bahwa: dia tidak terlibat dan dihukum dengan pidana yang ancamannya diatas 5 tahun," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi pada konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Jumat (12/5/2023).

Ami mengingatkan, bahwa ada perubahan dari aturan di PKPU tahun 2018. 

Sebab di PKPU 10/2018 hal itu disebutkan bahwa bakal calon tidak boleh memiliki riwayat atau pengalaman sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap anak. 

Di PKPU 10/2023 peraturan itu dibuat general, yaitu hanya ancaman diatas 5 tahun.

Dengan adanya perubahan peraturan itu, bakal pejabat yang akan melenggang di pemerintah maupun di Senayan berpotensi merupakan pelaku TPKS.

"Artinya itu kita tidak memberikan batasan terhadap orang-orang yang diduga sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap anak, kemudian juga pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan," ujarnya. 

Ami mengatakan Komnas Perempuan salah satu lembaga yang mendorong UU TPKS mendorong lembaga Pemilu, memastikan orang-orang yang akan menjadi pejabat publik atau pemerintahan , dia itu tidak memiliki riwayat melakukan kekerasan seksual, termasuk pada anak.

Sehingga tidak ada kasus kekerasan seksual yang berulang.

Sebab jabatan politik itu kerap menjadi sumber kuasa dan kekerasan seksual terjadi karena relasi kuasa. 

"Ketika seseorang memiliki jabatan politik atau pemerintahan, sementara dia belum dekonstruksi isu kekerasan seksual yang dilakukan, maka kemungkinan bisa terjadi keberulangan," ujarnya. 

Baca juga: Era Digitalisasi, Bawaslu harus Kreatif Produksi Konten Pengawasan Pemilu agar Direspons Publik

Komnas Perempuan kerap menerima pengaduan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pejabat publik baik di pemerintahan maupun politisi yang cenderung mengalami impunitas.

Sehingga kita memiliki kepentingan agar orang-orang yang terlibat dan menjadi pejabat publik, baik pemerintahan, legislatif dan yudikatif itu memilih track record terkait isu kekerasan terhadap perempuan. 

Jika aturan itu hanya disebutkan ancaman 5 tahun keatas, maka bentuk kekerasan seksual seperti kekerasan seksual fisik yang ancamannya di UU TPKS hanya 9 bulan dan perbuatan asusila di muka umum yang di KUHP juga 9 bulan, kekerasan seksual berbasis elektronik yang ancamannya 4 tahun itu tidak terjangkau.

"Berarti itu semakin tidak memberikan batasan dan kita tidak memberikan dorongan agar tata pemerintah atau kelembagaan itu harus mendukung upaya-upaya penghapusan kekerasan seksual. Karena itu kami mengharapkan KPU yang tengah merevisi PKPU 10/2023 ini , tidak hanya merevisi ketentuan terkait affirmasi tapi juga ketentuan tentang syarat administrasi bakal calon itu harus bersih dari kekerasan seksual, baik terhadap anak maupun perempuan dan lainnya," ujarnya
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat