androidvodic.com

Nusron: Kalau Hakim MK Terbukti Melanggar Kode Etik, Tinggal Diberi Sanksi Saja - News

Laporan Wartawan News, Igman Ibrahim

News, JAKARTA - Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid memberikan tanggapan apabila Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberikan sanksi kepada hakim MK jika dinilai telah melanggar kode etik.

"Kalau hakim MK terbukti melanggar kode etik ya tinggal dikasih sanksi saja. Yang namanya manusia kan tidak bisa lepas dari namanya masalah pelanggaran etik," kata Nusron di Ballroom Hotel Grand Kemang, Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan pada Senin (6/11/2023).

Namun begitu, kata Nusron, sanksi yang diberikan MKMK tidak akan mengubah substansi yang telah diketok oleh hakim MK. Pasalnya, mereka hanya menindak dugaan pelanggaran kode etiknya.

"Contohnya pelanggaran etik itu tidak bisa mengubah substansi. Namanya pelanggaran etik. Etik itu kan mungkin karena ada proses yang dilampaui, nggak dipenuhi, proses yang tidak dipenuhi dan sebagainya atau ada tata kelola administrasi, namanya juga etik. Tapi kan tidak mengubah substansi," katanya.

Oleh karena itu, Ia menyerahkan sepenuhnya dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi kepada MKMK. Dia bilang, apapun keputusan yang diketok akan diterima.

"Itu kan kewenangannya dari MKMK, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. MK itu sudah sangat terhormat, apalagi majelis kehormatannya, lebih hormatnya hormat, terhormatnya terhormat. Sehingga kita serahkan sama MKMK apapun keputusan yang diterima," katanya.

"Namanya juga manusia, namanya hakim 9 orang kan juga manusia. Kan nggak mungkin lepas dari kesalahan maupun dari etika. Apalagi kalau kesalahan etik, ya kan. Kita kadang-kadang kedip mata begini pun bisa menjalani kesalahan etik," sambungnya.

Diketahui, MKMK akan membacakan putusan dugaan pelanggaran etik hakim terkait putusan 90/PUU-XXI/2023 soal batas minimal usia Capres-Cawapres, pada Selasa (7/11/2023) besok.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku hakim anggota.

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Hingga saat ini MK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim. Saat ini, MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor.
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat