androidvodic.com

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti: Menteri Tak Boleh Mangkir Jika Dipanggil MK untuk Bersaksi - News

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menegaskan, para Menteri kabinet Jokowi yang dipanggil Mahkamah Konstitusi (MK) tak boleh mangkir jika dipanggil untuk menjadi saksi di persidangan.

Hal tersebut disampaikan Bivitri, dalam diskusi bertema 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?', di Jakarta Selatan, pada Jumat (29/3/2024).

Bivitri mengatakan, menteri yang diminta hadir oleh MK tidak boleh dihalang-halangi atau dilarang untuk hadir dalam persidangan.

Ia memberi contoh, MK memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk hadir di persidangan dengan cara bersurat menggunakan kop surat Mahkamah Konstitusi, namun ada larangan dari pihak tertentu untuk Sri Mulyani bisa hadir ke persidangan MK. Maka hal tersebut dapat dibawa ke pengadilan.

"Begitu juga dengan pemanggilan ahli dan saksi. Maksud saya, progresifnya (MK) adalah kalau (paslon) 01 atau 03 meminta MK untuk 'Anda tolong dong, kalau pakai kop surat MK nih enggak mungkin Bu Sri Mulyani enggak boleh dateng, apa (bahkan) bukannya ga mungkin, (tapi) memang dilarang untuk dihalangi untuk datang. (Maka) kita bisa persoalkan lagi di pengadilan," paparnya.

Ia kemudian mencontohkan lagi, dengan subjek menggunakan dua di antara beberapa narasumber yang hadir dalam diskusi tersebut, yakni Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari.

"Kalau pakai kop surat MK, orang (contoh) Fadli nih dipanggil, dia enggak mau datang, tapi kalau pake kop surat pengadilan, dia harus datang," ucapnya.

"Kalau (contoh) Feri menghalangi, Feri kita bisa bawa ke pengadilan karena menghalang-halangi saksi yang memang dipanggil oleh Mahkamah. Misalnya begitu," terang Bivitri.

Baca juga: Perludem Ungkap Gugatan Anies dan Ganjar Berpeluang Dikabulkan MK, Ini Alasan Logisnya

Sebelumnya, kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghadirkan empat menteri di kabinet Joko Widodo atau Jokowi.

Permintaan itu disampaikan Ketua Tim Hukum Anies-Cak Imin, Ari Yusuf Amir, agar empat menteri tersebut dapat diperiksa sebagai saksi persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres.

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, dalam diskusi bertema 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?', di Jakarta Selatan, pada Jumat (29/3/2024).
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, dalam diskusi bertema 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?', di Jakarta Selatan, pada Jumat (29/3/2024). (News/Ibriza Fasti Ifhami)

Para menteri tersebut, di antaranya yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

"Kami juga sudah menyampaikan permohonan kepada majelis hakim, untuk dapat membantu menghadirkan Menteri Keuangan RI, Menteri Sosial RI, Menteri Perdagangan RI, Menteri Koordinator Perekonomian RI guna didengar keterangannya dalam persidangan ini Yang Mulia," kata Amir, dalam sidang mendengarkan keterangan Pihak Terkait, KPU dan Bawaslu, di ruang sidang pleno gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/3/2024) malam.

Baca juga: Segera Lengser, 6 Menteri Jokowi dan 3 Wamen Belum Lapor Harta Kekayaan ke KPK: Risma hingga Bahlil

Merespons hal tersebut, Ketua MK Suhartoyo menyampaikan akan mendiskusikan permintaan dari kubu Anies-Cak Imin itu terlebih dahulu bersama tujuh hakim MK lainnya yang bertugas menangani perkara PHPU Pilpres.

Hal untuk didiskusikan, kata Suhartoyo, terutama mengenai urgensi dari keterangan atau kesaksian para menteri tersebit.

"Ya nanti kami bahas itu, empat menteri ya?" ucap Suhartoyo mengonfirmasi kepada kubu Anies-Cak Imin.

"Empat menteri Yang Mulia, betul," jawab Amir.

Gugatan sengketa pilpres yang diajukan kubu Anies dan Muhaimin teregistrasi di MK dengan nomor perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Dalam gugatannya, kubu Anies-Cak Imin meminta MK memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dengan mendiskualifikasikan wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat