Terkini Lainnya
TAG
Bivitri Susanti menyoroti revisi Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) yang dapat membatasi akses internet publik.
Bivitri Susanti sebut putusan MA terkait perubahan syarat usia untuk maju di Pilkada Serentak 2024 indikasinya jelas untuk Ketua Umum PSI Kaesang.
Pakar hukum menyayangkan Nahdlatul Ulama (NU) terima aturan izin pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan.
Kata Bivitri, hal itu bukan hanya sebagai cara balas budi. Namun, nantinya ormas keagamaan bisa menjadi alat politik.
Bivitri menolak apabila anak muda mendapatkan kekuasaan dengan cara-cara yang tidak berintegritas.
Bivitri menilai, putusan MA ini memiliki pola yang sama dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Terkecuali, kata Bivitri, jika KPU mengubah semua jadwal pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Respons NasDem, PDIP, hingga pakar terkait MA mengabulkan gugatan Partai Garuda mengenai aturan batas minimal calon kepala daerah.
Pakar menyebut landasan MA mengabulkan gugatan aturan batas usia kepala daerah terlalu dangkal. Ini alasannya.
Pakar hukum tata negata (HTN), Bivitri Susanti, menilai revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) berpotensi mengintervensi kebebasan hakim MK.
Masuknya orang baru dan orang lama keluar membuat konfigurasi hakim konstitusi berubah. Hal ini terlihat pada MK yang mengabulkan permohonan dua orang
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Bivitri Susanti mengkritisi proses hukum sengketa Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Bivitri meminta semua pihak tak terpengaruh dengan argumentasi sejumlah pengacara yang menyebut Pemilu ulang tidak mungkin.
Perubahan pimpinan Mahkamah Konstitusi dari Anwar Usman digantikan Suhartoyo juga dinilai memberi harapan baru.
Ia memberi contoh, MK memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk hadir di persidangan dengan cara bersurat menggunakan kop surat Mahkamah Konstitusi
Bivitri Susanti menilai rencana hadirnya aturan yang menempatkan TNI dan Polri di jabatan sipil membuat Indonesia kembali ke masa Orde Baru.
Bivitri menerangkan bahwa hak angkat DPR merupakan proses politik, forum politik. Jadi lebih bisa didorong dari luar.
Menurutnya MK memang tidak pernah menyentuh urusan dugaan kecurangan yang bersifatnya struktur dan masif.
Otokratisme terselubung ini menurutnya pas dengan kondisi berbangsa dan bernegara yang belakangan terjadi.
Ubedilah Badrun mengatakan terjadi pengabaian terhadap kaum intelektual, termasuk civil society serta aspirasi para buruh selama pemerintah Jokowi.