androidvodic.com

Gigitan Semut Bikin Sintong Panjaitan Lolos dari Tembakan Pemberontak Papua - News

News - BAGI Sintong Hamonangan Panjaitan, terakhir berpangkat Letjen TNI dan menjabat Penasihat Bidang Hankam Presiden BJ Habibie, bertugas di tanah Papua sudah ia jalani pada 1967. Pada saat itu terjadi situasi gawat di kawasan Manokwari (saat ini masuk Provinsi Papua Barat) yang akrab disebut wilayah kepala burung.

Kondisi darurat muncul setelah Kompi Edi Sudradjat (jabatan terakhir sebagai Panglima TNI) Yon 1 Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, sekarang bernama Komando Pasukan Khusus) ditarik tanpa pengganti. Suhu gangguan keamanan yang telah memanas menjadi semakin tinggi.

Kegiatan pemberontak sangat meresahkan masyarakat setempat. Pada awal 1967 Kodam XVII/Cendrawasih mengalami kekurangan pasukan. Pasukan dari Jawa maupun luar Jawa yang diharapkan membantu, banyak dioperasikan untuk mengatasi pemberontakan PKI.

Di wilayah Korem 171/Manokwari terjadi penyerangan terhadap pos Koramil di Warmare, di Sektor-B yang hanya dipertahankan oleh enam orang. Seorang anggota yang mempertahankan pos Koramil gugur dalam kontak tembak.

Pos itu dikepung pemberontak selama satu minggu sehingga anggota TNI tidak dapat mengambil air di belakang kantor Koramil. Persediaan amunisi juga semkin menipis. Anggota Koramil yang gugur terpaksa dimakamkan dalam markas.

Setibanya di Manokwari pada 6 Januari 1967, Tim Irian Barat RPKAD yang dipimpin Sintong Panjaitan, segera menghadap Komandan Korem 171 Kolonel K Sutrisno, selaku Komandan Operasi Wibawa I. Pasukan Sintong diperintahkan membebaskan pos Koramil yang tengah dikepung.

Tim Irian Barat RPKAD yang terdiri dari 50 orang personel segera berangkat pada pagi hari dari Manokwari ke Warmare menggunakan dua truk. Petang harinya Sintong memimpin pertempuran untuk membebaskan pos Koramil, sehingga lima orang personel pos Koramil dapat diselamatkan dan pemberontak melarikan diri.

Pada saat pasukan kembali ke Manokwari, kendaraan RPKAD berhenti di suatu ketinggian dan personel berjalan kaki untuk melakukan orientasi medan. Saat itu Sintong duduk bersebelahan dengan Mayor Vordeling, Kasi 1 Intelijen Korem 171/Manokwari, yang sedang merokok.

Tiba-tiba mereka ditembak pemberontak dari jarak sangat dekat yaitu sekira 6 meter, dari arah jurang. Beruntung tembakan tersebut tidak mengenai Sintong.

Pasalnya pada saat ditembak secara kebetulan Sintong sedang menundukkan kepala karena tangan kirinya menggaruk kaki yang digigit semut merah. Peluru mendesing di dekat kepala. Peluru juga tidak mengenai Mayor Vordeling.

Sebagai reaksi mereka memberondongkan peluru ke arah asal tembakan. Menurut Sintong Panjaitan, kebanyakan senjata pemberontak adalah senjata tua, peninggalan pasukan sekutu di Perang Dunia II. Pemberontak membuat peluru, caranya mengisi ulang selongsong bekas dengan mesiu.

Sedangkan anak peluru (proyektil) dibuat dari timah atau tembaga yang dituang. Bahkan kadang-kadang anak peluru dibuat dari besi, sehingga arah anak peluru tidak menentu, termasuk kecepatannya.

Baca juga: Sintong Panjaitan Terpaksa Tinggalkan Kuliah di AS Gerara Gugatan Rp 12 Miliar

Dua prajurit gugur

Taktik penghadangan pemberontak Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dipimpin Mayor Lodewijk Mandatjan pada siang hari berbeda dengan kebanyakan penghadangan pihak lain. Biasanya penghadangan dilakukan dari ketinggian di atas punggung bukit.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat