androidvodic.com

KPK Telusuri Kongkalikong Abdul Wahid-Maliki Tentukan Penggarap Proyek di HSU - News

News, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri kongkalikong antara Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) dengan Maliki (MK) selaku Plt Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten HSU sekaligus PPK dan KPA.

Mereka berkomplot untuk menentukan penggarap berbagai proyek di Kabupaten HSU dengan imbalan pemberian berupa fee proyek.

Pendalaman materi ini dilakukan lewat pemeriksaan 12 saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021-2022 dengan tersangka Abdul Wahid.

Baca juga: Bocoran Lokasi Sirkuit Formula E, Diumumkan Sebelum Natal, Lokasinya di Jakarta Utara

Baca juga: Di Hadapan KPK, Bamsoet Mau Pengusaha Terbebas dari Jeratan Korupsi

Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polres Hulu Sungai Utara, Rabu (24/11/2021).

"Seluruh saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan persetujuan tersangka AW melalui tersangka MK dalam menentukan para kontraktor yang akan mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten HSU dengan imbalan pemberian berupa fee proyek," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (25/11/2021).

Adapun 12 identitas saksi tersebut yakni, Sulaiman alias Haji Sulai, kontraktor (pemilik CV Berkat Mulia); Wahyu Dani, Penanggung Jawab PT Haida Sari, PT Sarana Bina Bersama, PT Harapan Cipta, CV Analisis, CV Ferina; Dewi Septiani, Kasubag Kepegawaian RSUD Pambalah; Ratna Dewi Yanti, Konsultan Pengawas Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang Desa Karias Dalam Kecamatan Banjang.

Berikutnya, Heru Wahyuni, pensiunan PNS (mantan Plt Kepala BKPP Kabupaten HSU); Dewi Yunianti, Dokter RSUD Pambalah Amuntai; Yuli Hertawan, Dinas Pertanian; Handi Rizali, Inspektorat; Muhammad Yusri, BKD; Muhammad Rafiq, Dinas Perindagkop); Jumadi, Satpol PP; dan Danu Fotohena, Dinas Kesehatan.

Baca juga: KPK Mulai Selisik Penerimaan Suap Jual Beli Jabatan di Pemkab Hulu Sungai Utara

KPK telah mengumumkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada 18 November 2021. 

Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki selaku pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara untuk dua periode (2012-2017) dan 2017-2022) pada awal 2019 menunjuk Maliki sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara. 

Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka Abdul Wahid.

Penerimaan uang oleh tersangka Abdul Wahid dilakukan di rumah Maliki pada Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh Maliki melalui ajudan tersangka Abdul Wahid.

Baca juga: KPK Periksa 4 PNS Pemkab Musi Banyuasin untuk Tersangka Dodi Reza Alex Noerdin

Pada sekitar awal 2021, Maliki menemui tersangka Abdul Wahid di rumah dinas jabatan bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara Tahun 2021.

Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.

Selanjutnya, tersangka Abdul Wahid menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee, yaitu 10 persen untuk tersangka Abdul Wahid dan 5 persen untuk Maliki.

Adapun, pemberian komitmen fee yang diduga diterima oleh tersangka Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat