androidvodic.com

Selesaikan Landasan Hukum UU Cipta Kerja, Baleg DPR Akan Usulkan Masuk Prolegnas 2022 - News

News, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo menyebut, pilihan merevisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinilai logis sebagai upaya untuk memberikan landasan hukum bagi perbaikan UU Cipta Kerja.

Terlebih, waktu dua tahun yang diberikan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperbaiki UU merupakan waktu yang singkat.

Firman pun menyebut, pihaknya telah melakukan diskusi dengan para pakar hukum tata negara terkait hal tersebut.

Hal itu disampaikan Firman dalam diskusi bertajuk Implikasi Putusan Uji Formil Undang-undang Cipta Kerja terhadap Upaya Reformasi Regulasi yang disiarkan secara virtual, Jumat (3/12/2021).

"Yang akan kita lakukan ke depan tentunya tahap awal, kita akan melakukan perubahan terhadap Undang-undang 12 Tahun 2011 ini. Kita mulai kemarin lakukan diskusi-diskusi melalui para pakar hukum tata negara ya. Kita juga undang untuk berdiskusi mengenai ini," kata Firman.

"Dan tahapan-tahapan ini sudah mulai kita lakukan untuk melakukan inventarisasi terhadap keputusan yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi," sambungnya.

Baca juga: Aliansi Akademisi Serukan Rakyat Indonesia Lancarkan Aksi Tuntut UU Cipta Kerja Dibatalkan Permanen

Tak hanya itu, Firman mengatakan, bahwa tahapan yang akan dilakukan oleh pihaknya yakni membawa UU no. 12 /2011 dan UU no. 11/2020 ke program legislasi nasional (Prolegnas) 2022.

Rencananya, kata Firman, pihaknya akan membawa itu pada Proglegnas priorotas 2022 yang dibuka pada Senin, (6/12/2021) mendatang.

"Insya Allah minggu depan ini, Senin, kita akan membahas Prolegnas prioritas 2022 tentunya ini dua undang-undang ini komulatif terbuka yang akan kita usul menjadi salah satu rancangan revisi undang-undang (RUU) yang masuk dalam komulatif itu dan masuk prolegnas 2022," ucap Firman.

Ia mengatakan, bahwa undang-undang ini sangat dibutuhkan. Untuk itu, pihaknya akan gerak cepat dan segera memperbaiki. Karena, jangan sampai menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dan menimbulkan ketidakpastian iklim usaha yang baik.

"Sehingga mengakibatkan keterpurukan ekonomi kita dan kemudian berakibat buruk adalah pengangguran pengangguran semakin banyak dan kemudian buru-buru mesti terjadi PHK besar-besaran kalau sampai perusahaan-perusahaan yang menginvestasikan modalnya ini hengkang dari Indonesia," jelasnya.

Ia juga menambahkan, DPR bersama Presiden melalui Menteri Koordinator tentunya memiliki pemikiran yang besar untuk kepentingan bangsa kepentingan negara untuk dalam situasi kondisi seperti sekarang ini.

Oleh karena itu, jangan sampai tertinggal dengan negara-negara lain yang sudah melakukan penyederhanaan regulasi.

"Jadi tahapan-tahapan akan kita lampaui akan kita lalui dengan kehati-hatian tentunya kehati-hatian ini jangan sampai nanti juga dilakukan jiar lagi. Kemudian dibatalkan lagi ini menjadi persoalan yang tidak ada ujungnya. Padahal tantangan-tantangan semakin besar yang dihadapi kita akibat daripada wabah pandemi Covid-19," jelas Firman.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Nilai Presiden Tak Terlalu Mafhum Soal Uji Formil di MK Atas UU Cipta Kerja

Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim MK dalam putusannya menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman.

Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR, melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

Apabila dalam periode tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen dan semua UU yang direvisi oleh UU Cipta Kerja dianggap berlaku kembali.

"Dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan [UU Cipta Kerja], undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat