androidvodic.com

DPR Tuai Kritik dari Komnas Perempuan Terkait Pemerkosaan yang Tak Diatur Dalam RUU TPKS - News

News - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan kritik terkait penghapusan aturan pemerkosaan dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

Sebelumya, pemerintah dan DPR sepakat untuk tidak mengatur pemerkosaan di RUU TPKS.

Lantaran dianggap akan tumpang tindih dengan ketentuan soal pemerkosaan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menilai penghapusan aturan pemerkosaan di RUU TPKS dapat menghilangkan esensi dari aturan tersebut. 

Pasalnya, pemerkosaan merupakan salah faktor dilahirkannya RUU TPKS sebagai sebuah peraturan khusus.

Baca juga: Rapat Timus dan Timsin Masih Berlangsung, Pleno RUU TPKS Diagendakan Rabu Besok

Baca juga: Puan Maharani Punya Momentum Sahkan RUU TPKS

Ilustrasi pemerkosaan. Seorang kakek di Kebumen tega memperkosa berulangkali cucunya sendiri.
Ilustrasi pemerkosaan. Seorang kakek di Kebumen tega memperkosa berulangkali cucunya sendiri. (Kompas.com/Laksono Hari Wiwoho)

Pernyataan tersebut disampaikan Andy pada diskusi virtual yang bertajuk "Perkosaan Tidak Bisa Diatur dalam RUU TPKS?", Selasa (5/4/2022). 

"Sejarahnya adalah memperjuangkan bagaimana perempuan korban pemerkosaan, atau disebut korban pencabulan, atau kadang-kadang pelecehan seksual, ini bisa dengan lebih baik mendapatkan akses keadilan dan pemulihannya," 

"Tidak dengan maksud mengecilkan upaya yang dilakukan, khususnya pihak DPR, Baleg di bawah kepemimpinan Mas Willy (Aditya, Ketua Panja RUU TPKS), tetapi dengan meninggalkan peraturan tentang pemaksaan hubungan seksual, kita akan kehilangan satu bagian dari roh awal undang-undang ini ada," kata Andy, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Pleno Baleg Digelar Hari Ini Usai DIM RUU TPKS Selesai Dibahas

Lebih lanjut Andy menjelaskan akan ada ruang kerugian khususnya bagi perempuan jika pemerkosaan tak segera diatur dalam aturan khusus.

Terlebih jika mengandalkan revisi RUU KUHP yang saat ini belum berhasil direvisi. 

Korban pemerkosaan dinilai akan jadi pihak yang paling terdampak dari langkah pemerintah dan DPR tersebut. 

"Persoalannya sekarang, kalau RUU KUHP-nya belum berhasil direvisi, waktu tunggu sampai RUU KUHP dibetulkan bisa menjadi ruang kerugian khususnya bagi perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual," kata Andy. 

Andy mengatakan pemerkosaan mendominasi laporan kekerasan seksual dengan porsi 68 persen.

Data tersebut berdasarkan catatan Komnas Perempuan yang dihimpun dari 129 lembaga layanan. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat