androidvodic.com

Konvensi Ketatanegaraan Tak Tutup Celah Amandemen UUD 1945, Ini Respons Ketua MPR - News

News, JAKARTA - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, menjawab soal masih adanya celah untuk amandemen meskipun cara konvensi ketatanegaraan yang diambil untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam  UUD 1945 telah disepakati.

Menurut Bamsoet, masih ada waktu emas jika memang perubahan atau amandemen kelima UUD 1945 dilakukan.

"Amendemen yang kelima itu di periode Februari sampai Oktober, tapi itu cukup sempit," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (25/7/2022).

Hal tersebut, dikatakan Bamsoet, lantaran UU mengatakan konstitusi mengatakan perubahan UUD maksimum dilakukan 6 bulan sebelumnya.

"Kita punya waktu 8 bulan, semua berpeluang kepada stakeholder yang ada, itu pertimbangan parpol dan DPD," ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan bahwa para pimpinan MPR  menyepakati pentingnya PPHN di Indonesia.

Baca juga: Tolak 3 Periode, PDIP Ambil Sikap Tegas agar Amandemen UUD 1945 Tak Terjadi

"Karena selama ini kita hanya mengandalkan visi misi presiden dan yang dilakukan visi misi presiden terpilih dan kita tinggal meningkatkan derajat visi misi presiden, visi misi gubernur, bupati, wali kota kepada visi misi negara," pungkasnya.

Pimpinan MPR RI menggelar rapat gabungan untuk menindaklanjuti hasil kerja Badan Pengkajian soal menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945.

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan Badan Pengkajian telah menemukan cara untuk menghindari adanya amandemen UUD 1945, yakni lewat konvensi ketatanegaraan

Dalam rapat itu, disetujui pembentukan panitia ad hoc yang akan khusus mengkaji PPHN melalui konvensi ketatanegaraan.

"Inilah yang tadi laporan daripada Badan Pengkajian diterima secara bulat oleh rapat gabungan yang terdiri dari 9 fraksi plus perwakilan kelompok DPD yang selanjutnya adalah pembentukan panitia ad hoc yang terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 dari fraksi fraksi dan kelompok DPD," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Dia mengatakan alasan pembentukan panitia ad hoc dan dipilihnya cara konvensi ketatanegaraan untuk PPHN masuk ke UUD 1945.

"Amendemen karena tensi politik dan dinamika cukup tinggi, maka kita cari terobosan baru. Dan kita berpijak dengan pijakan Pasal 100 tatib kita bisa lakukan konvensi ketatanegaraan," kata politisi Partai Golkar itu.

Adapun pengambilan keputusan soal panitia ad hoc ini, dikatakan Bamsoet, akan dilakukan dalam rapat Sidang Paripurna MPR RI pada awal September.

"Karena tidak mungkin kita sisipkan di sidang tahunan, tanggal 16 Agustus, maka kita buat sendiri karena ada pandangan fraksi dan seterusnya, maka dilakukan antara tanggal 5 atau 7 September mendatang untuk pengambilan keputusan, pembentukan panitia ad hoc sebagai alat kelengkapan MPR untuk mencari bentuk hukum yang akan kita putuskan nanti dalam sidang paripurna berikutnya," kata dia.

"Apakah bentuknya adalah UU atau kita melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa lebih mengikat dan lebih tinggi kedudukannya, karena kita juga kesepakatan konvensi itu adalah melibatkan seluruh lembaga tinggi negara termasuk lembaga kepresidenan, plus unsur daripada parpol dan kelompok DPD," tandasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat