androidvodic.com

Pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi Berpotensi Hambat Pekerjaan Pers - News

Laporan Wartawan News, Chaerul Umam

News, JAKARTA - Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin menyoroti pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang dilakukan DPR beberapa waktu lalu.

Meski dinilainya UU PDP ini dibutuhkan, Ade mengungkapkan pihaknya menemukan ada pasal yang bisa dimanfaatkan oknum tertentu, layaknya "pasal karet" yang ada dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ade menyebut, pasal 65 UU PDP yang bisa saja dimanfaatkan oknum-oknum tertentu.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi daring bertajuk 'UU Perlindungan Data Pribadi: Siasat Pejabat Menutup Diri?' seperti dilihat di IGTV LBHPers, Jumat (23/9/2022).

"Kita menemukan pasal-pasal yang ternyata itu bisa sangat mudah dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang memang itu memanfaatkan pasal layaknya UU ITE ataupun pasal-pasal karet lainnya, yaitu misalkan di pasal 65 terkait dengan pemidanaan terhadap pengungkapan data pribadi," kata Ade.

Baca juga: Formappi Sebut Pembentukan UU PDP Tidak Terbuka hingga Pasal Kontroversial

Adapun Pasal 65 UU PDP ayat (1) berbunyi: Setiap Orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi.

Menurut Ade, pasal tersebut berpotensi menghambat kerja kerja pers, apalagi yang berhubungan dengan investigasi terhadap kinerja pejabat publik.

"Menjadi kekhawatiran kami kerja-kerja pers yang investigasi kerja-kerja masyarakat sipil yang melakukan monitoring terhadap kinerja pejabat lublik itu akan terhambat," ucapnya.

Baca juga: UU PDP Resmi Disahkan, LBH Jakarta: Belum Menjamin Keamanan Data Pribadi dari Kepentingan Politik

Lebih lanjut, Ade menyebut sebelum pengesahan UU PDP ini, pro kontra terkait penggunaan data pribadi ini telah menuai pro kontra dalam kerja-kerja masyarakat sipil.

Dia mencontohkan soal kasus rekening gendut para pejabat publik yang pernah diungkap oleh kelompok masyarakat sipil, misalnya ICW.

"Malau tidak salah ICW mengajukan sengketa informasi yang terkait dengan rekening gendut dan minta dibuka siapa saja yang memiliki rekening gendut dan putusan komisi informasi itu menyatakan bahwa data itu adalah informasi publik, data pejabat publik itu adalah informasi data publik," ujarnya.

"Tapi kemudian di pihak lain ternyata itu tetap tidak dilakukan yang mendasarkan bahwa ini data pribadi yang harus dilindungi," tandasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat