androidvodic.com

ICJR: Ketentuan Pidana Mati Dalam KUHP Baru Langkah yang Cukup Progresif - News

News, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu memandang KUHP Baru telah politik hukum pemerintah untuk memperketat hukuman mati

Pemerintah, kata dia, mengatakan ketentuan mengenai pidana mati dalam KUHP Baru merupakan jalan tengah dari masih dianggap perlunya hukuman mati di Indonesia sembari mempertimbangkan desakan dari kelompok yang menentang pidana mati.

"Namun begitu ketika pemerintah sudah mengambil kebijakan dalam konteks KUHP, kita perlu melihat hal ini menjadi langkah yang cukup progresif," kata Erasmus dalam webinar bertajuk Penyiksaan dalam Praktik Pidana Mati di Indonesia: "Satu Terlalu Banyak" di kanal Youtube ICJRid pada Jumat (16/12/2022).

Langkah progresif yang dimaksud, kata Erasmus, yaitu ketika pidana mati dijatuhkan maka mekanisme eksekusinya ditunda 10 tahun untuk melihat perubahan perilaku terpidana. 

Apabila kemudian terpidana berperilaku baik, menjalankan seluruh program, dianggap bisa "berubah", dan memiliki harapan untuk diubah, lanjut dia, maka hukuman matinya secara otomatis akan diubah dengan mekanisme yang nanti diatur oleh negara menjadi pidana yang lainnya.

"Ini merupakan progres yang baik. Bagi kami, abolisionis, tentu saja ini merupakan langkah awal kita menghapus pidana mati di Indonesia," kata dia.

"Tapi sebagai negara demokrasi tentunya pro kontra akan selalu ada dan itu yang membuat negara kita sangat indah, perbedaan pendapat itu," sambung dia.

Tahun ini, kata dia, ICJR mengambil tema penyiksaan dalam laporannya untuk  memperingati hari HAM sedunia. 

Merujuk laporan dari Special Rapporteur untuk PBB untuk penyiksaan Juan Mendez, kata Erasmus, dinyatakan bahwa negara sudah harus mulai memperhatikan hukuman mati dari sisi penyiksaan. 

Setidaknya, lanjut dia, ada dua aspek. 

Pertama, dalam konteks eksekusi itu sendiri.

Baca juga: Pro Kontra KUHP Hukuman Mati yang Baru, Kemenkumham: Masa Percobaan 10 Tahun Jadi Jalan Tengah

Kedua, lanjut dia, dalam konteks atau fenomena deret tunggu yang mengakibatkan lamanya seseorang menunggu tanpa kepastian dalam konteks eksekusi mati.

Namun begitu, kata dia, satu hal yang perlu juga diperhatikan adalah penyiksaan dalam hal mencari bukti, dalam pemeriksaan yang terjadi, atau penyiksaan di tempat-tempat penahanan. 

Menurutnya, hal tersebut perlu diperhatikan karena dalam konteks hukuman mati, prosesnya harus diletakan dalam standar tertinggi. 

"Kita tahu ada istilah beyond reasonable doubt atau di atas kepercayaan, tidak boleh ada keraguan sedikitpun dari aparat penegak hukum dan hakim untuk menjatuhkan hukuman mati sehingga penyiksaan tidak boleh ada dalam sistem itu," sambung dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat