androidvodic.com

Praktisi Hukum: Perkuat LPSK agar Tak Ada Lagi Justice Collaborator Kena Prank Seperti Eliezer - News

News, JAKARTA - Praktisi hukum, Hendra Setiawan Boen, mengaku kecewa dengan tuntutan 12 tahun terhadap Richard Eliezer terdakwa sekaligus Justice Collaborator (JC) dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Menurut Hendra, adalah tidak adil bagi Richard yang telah membuka secara terang benderang peristiwa ini justru dituntut lebih tinggi dari pelaku utama yaitu terdakwa Putri Candrawati yang hanya 8 tahun.

“Terus terang saya kasihan dengan Richard Eliezer yang seperti dikerjai berulang kali. Pertama, dijadikan kambing hitam oleh atasannya, Sambo dan Putri. Sekarang dia kena prank negara untuk membuka kasus seterang-terangnya dengan imbalan dapat meneruskan karir di kepolisian. Setelah Eliezer menjalankan kewajiban sebagai JC malah oleh kejaksaan dianggap bukan penguak fakta. Penguak fakta versi JPU adalah keluarga almarhum Yosua,” ujar Hendra.

Hendra mempertanyakan logika JPU tersebut karena tidak ada satupun keluarga Yosua ada di tempat pada saat penembakan berlangsung.

Dari fakta persidangan terlihat adalah Eliezer yang membuka urutan kejadian, termasuk dugaan Sambo adalah penembak kedua, di mana tembakan kedua ini yang menghilangkan nyawa Yosua.

Hendra menerangkan sesuai penjelasan Pasal 10A UU 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa saksi pelaku yang menjadi JC berhak mendapatkan keringanan pidana.

“Jadi di sini terlihat jelas kekurangan dari sistem perlindungan saksi dan korban dalam hukum acara pidana Indonesia yang perlu dibenahi. Adalah tidak adil bagi orang yang berjasa menjadi JC tapi tidak mendapatkan haknya karena dua lembaga negara yang menangani penetapan menjadi JC masih berpendapat berbeda tentang kelayakan yang bersangkutan menjadi JC,” terang Hendra.

Di sisi lain, Hendra kuatir bila praktek ketidakadilan ini dibiarkan terus maka tidak ada lagi yang mau menjadi JC karena tidak berfaedah dan memberikan keuntungan kepada tersangka/terdakwa.

“Ada baiknya kita memperkuat LPSK sehingga LPSK menjadi satu-satunya lembaga negara yang berwenang menentukan apakah seseorang layak menjadi JC atau tidak. Keabsahan seseorang menjadi JC dituangkan dalam sebuah perjanjian dan ditandatangan oleh LPSK dan penyidik maupun kejaksaan. Perjanjian tersebut kemudian tinggal diratifikasi atau disahkan oleh majelis hakim.” usul Hendra.

Hendra melanjutkan, “Lebih kurang ini mengadopsi sistem plea bargain di Amerika. Plea bargain tersebut dapat diberlakukan juga kepada pelaku yang mengakui kesalahan sehingga dapat mengurangi beban pengadilan mengadili perkara-perkara yang peristiwanya terang dan diakui pelaku sekaligus melengkapi sistem restorative justice dalam sistem pemidanaan Indonesia,” tutup Hendra.

Baca juga: Jampidum Klaim Telah Pertimbangkan soal Status JC Eliezer, LPSK: Mengapa Tuntutannya Tak Sesuai UU

Jaksa: Terdakwa Eliezer Adalah Eksekutor

Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Dalam menjatuhkan tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Richard Eliezer.

Diantaranya, hal yang memberatkan tuntutan terdakwa merupakan eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat