androidvodic.com

Kabar Mantan Narapidana Korupsi Tasdi Jadi Staf Khusus Risma, Ini Penjelasan Kemensos - Halaman all - News

Laporan wartawan News, Fahdi Fahlevi

News, JAKARTA - Mantan Bupati Purbalingga, Tasdi, yang pernah terjerat kasus suap dan gratifikasi dikabarkan menjadi Staf Khusus Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Menanggapi kabar tersebut, Plt Kepala Biro Humas Kementerian Sosial Romal Uli Jaya Sinaga, mengatakan hingga kini belum ada SK resmi soal pengangkatan Tasdi.

"Sampai sekarang belum ada SK resmi pengangkatan beliau," ucap Romal saat dikonfirmasi, Senin (12/3/2022).

Ia mengungkapkan Staf Khusus Menteri Sosial sesuai dengan Surat Keputusan berjumlah lima orang.

Lima orang staf khusus tersebut, adalah Don Rozano Sigit Prakoeswa (SKM Bidang Komunikasi dan Media Massa), Suhadi Lili
(SKM Bidang Pengembangan SDM dan Program Kementerian), dan Luhur Budijarso Lulu (SKM Bidang Pemerlu Pelayanan Kessos dan Potensi Sumber Kessos).

Baca juga: Eks Bupati Pubalingga Tasdi Dikabarkan Jadi Stafsus Mensos, PDIP: Harus Jauh Lebih Baik

Lalu Doddi Madya Judanto (SKM Bidang Pemberdayaan dan Penanganan Fakir Miskin), dan Faozan Amar (SKM Bidang Hubungan dan Kemitraan Lembaga Luar Negeri).

Seperti diketahui, pada 5 Juni 2018, Tasdi ditetapkan sebagai tersangka korupsi kasus dugaan suap megaproyek Islamic Center Purbalingga.

Dalam proses persidangan, terungkap bahwa Tasdi menerima suap sebesar Rp 115 juta dari Rp 500 juta yang dijanjikan dalam proyek pembangunan Islamic Center Purbalingga.

Baca juga: Profil Tasdi, Sosok Kader PDIP yang Disebut Megawati dalam Pidatonya: dari Sopir Truk Jadi Bupati

Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi. Pada 6 Februari 2019, Tasdi divonis 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah.

Tasdi mendapatkan pembebasan bersyarat pada 7 September 2022 setelah menjalani masa hukuman penjara 3,5 tahun.

Sosok Tasdi

Tasdi adalah mantan Bupati Purbalingga, Jawa Tengah periode 2016-2018.

Sebelum menjadi Bupati, Tasdi pernah menjadi Wakil Bupati Purbalingga pada 2014-2015.

Ia juga pernah menjadi anggota DPRD Purbalingga periode sejak 1999 hingga 2004 dan Ketua DPRD Purbalingga sejak 2004 hingga 2014.

Pada Pilkada 2015, Tasdi mencalonkan diri sebagai bupati dan berhasil meraih kursi sebagai orang nomor satu di Purbalingga.

Baca juga: Momen Haru Megawati saat Pidato Politik di HUT ke-50 PDIP, Singgung Nama Rudy hingga Tasdi

Ia berpasangan dengan Dyah Hayuning Pratiwi atau Tiwi yang merupakan anak dari mantan Bupati Purbalingga sebelumnya, Triyono Budi Sasongko.

Mengutip dari wikipedia.org, Tasdi lahir di Purbalingga pada 11 April 1968 sehingga saat ini, usianya 54 tahun.

Sebelum terjun ke dunia politik, Tasdi pernah bekerja serabutan sebagai sopir truk pada masa Orde Baru.

Ia membawa sayur dari lereng Gunung Slamet untuk dibawa ke pasar.

"Tasdi waktu Orde Baru sempat jadi sopir truk, ngangkut sayur dari kaki Gunung Slamet dibawa ke pasar, sering ngompreng," kata Wakil Ketua Bidang Kaderisasi DPC PDIP Purbalingga saat itu, Tongat pada Juni 2018.

Pasca-bergulirnya reformasi, lanjutnya, Tasdi banting setir dan mengawali kiprah politik menjadi anggota DPRD Purbalingga periode 1999-2004 dari PDIP.

Dikutip dari Kompas.com, di periode pertamanya, Tasdi mengisi alat kelengkapan dewan di Komisi D.

Setelah itu, Tasdi semakin menancapkan taring politiknya dengan terpilih sebagai Ketua DPRD selama dua periode, yakni 2004-2009 dan 2009-2014.

Tongat melanjutkan, pada 2013 terjadi kekosongan jabatan wakil bupati setelah Sukento Ridho Marhaendrianto naik kursi sebagai Bupati Purbalingga.

Sukento Ridho menggantikan Heru Sujatmoko yang mendampingi Ganjar Pranowo sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah.

"Dengan mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) dari partai pengusung (PDI-P), Tasdi dipilih DPRD sebagai wakil bupati mendampingi Sukento Ridho Marhaendrianto," ujarnya.

Tasdi sempat mengikuti kontestasi pemilihan legislatif dan ditetapkan KPU menjadi anggota DPRD untuk periode 2014-2019.

Namun, karena Tasdi telah dilantik sebagai wakil bupati sehingga kursinya digantikan rekan satu partainya di PDIP.

Terjerat Kasus Korupsi

Tongat menceritakan, Tasdi memiliki etos kerja dan kedisiplinan tinggi.

Sayangnya, baru 2,5 tahun menjabat sebagai bupati, Tasdi tersandung kasus korupsi dugaan penerimaan suap mega proyek Islamic Center.

Tasdi ditangkap bersama dengan tiga orang yang berhubungan dengan kasus itu dalam operasi tangkap tangan KPK.

Ketiganya adalah Kabag Unit Layanan Pengadaan (ULP) Purbalingga Hadi Iswanto, ajudan bupati, dan pihak swasta.

Atas kasus yang menjeratnya, Tasdi divonis penjara selama 7 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah pada 6 Februari 2019.

Selain itu, Majelis Hakim juga mencabut hak politik Tasdi selama tiga tahun.

Tasdi dinyatakan bersalah melanggar dua pasal sekaligus, yaitu suap dan gratifikasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b UU Tindak Pidana Korupsi.

Hakim merinci, terutama penerimaan gratifikasi dari berbagai sumber.

Berdasar fakta sidang, penerimaan gratifikasi dari anak buah terdakwa di Pemkab Purbalingga, dan rekan sejawatnya termasuk anggota DPR RI, Utut Adianto.

"Total gratifikasi selama 2017-2018 Rp 1,195 miliar," ujar hakim anggota Robert Pasaribu, membacakan putusan, Rabu (6/2/2019).

Rinciannya, Tasdi menerima uang dari Hamdani Kusen senilai Rp 300 juta, dari jajaran kepala dinas Pemkab Purbalingga senilai Rp 715 juta, dan Utut Adianto Rp 180 juta.

Sementara, pemberian uang Rp 100 juta dari Ganjar Pranowo yang disebut Tasdi dalam sidang tidak dimasukkan dalam gratifikasi.

"Saksi Utut memberi uang Rp 180 juta, tapi uang tidak diserahkan ke bendahara partai, tapi disimpan di dalam rumahnya," tambah hakim.

Menurut hakim, pemberian dari Utut bagian dari suap.

Mestinya, kata hakim, sesuai aturan, gratifikasi tidak berlaku andai dilaporkan terhitung 30 hari sejak diterima.

"Tapi, tidak pernah dilaporkan ke KPK. Unsur pemberian itu terpenuhi," tambah dia.

Hakim pun sepakat, Tasdi telah secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a dan b.

Sementara terkait pencabutan hak politik, Ketua Majelis Hakim, Antonius Widjantono menerangkan hal ini dipandang perlu karena untuk menjaga masyarakat dari calon pemimpin yang koruptif.

"Memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun setelah selesai menjalani pemidanaan," kata Antonius, dalam sidang, Rabu (6/2/2019).

Setelah menjalani pidana dan mendapat remisi, Tasdi telah dinyatakan bebas sejak September 2022.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat