androidvodic.com

Pemerintah Klaim Syarat Kegentingan Memaksa Penerbitan UU Ciptaker Bukan Pendapat Subjektif Presiden - News

News, JAKARTA - Pemerintah mengklaim, alasan kegentingan yang memaksa dalam penerbitan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), bukan pendapat subjektif Presiden.

Hal tersebut disampaikan Dirjen Peraturan Perundang-undangan (PP) Kemenkumham Asep Nana Mulyana, dalam sidang lanjutan pengujian empat perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945 beragendakan mendengar keterangan Presiden dan DPR, di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (6/7/2023).

Asep hadir mewakili Presiden RI yang memberi kuasa kepada kepada Menko Polhukam Mahfud MD, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laolly, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Dalam persidangan, ia mengatakan, pemerintah bersama lembaga terkait telah melakukan asesmen kondisi perekonomian Indonesia untuk menentukan perlunya diterbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022.

"Terhadap dari para pemohon yang menyatakan kondisi saat Perppu 2/2022 ditetapkan tidak memenuhi kegentingan yang memaksa, perlu pemerintah tanggapi bahwa pemerintah bersama lembaga terkait telah melakukan asesmen dan melakukan forward looking kondisi perekonomian dalam menentukan perlunya diterbitkan perppu untuk kemudian ditetapkan menjadi undang-undang," kata Asep, dalam persidangan, Kamis ini.

Oleh karena itu, Asep menegaskan, alasan kegentingan memaksa sebagai dasar penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022, bukan merupakan pendapat subjektif Presiden.

"Bahwa dengan adanya pilihan tersebut, kondisi kegentingan memaksa sebagai dasar pertimbangan terbitnya Perppu 2 Tahun 2022 bukan semata-mata merupakan pendapat subjektif presiden," tegas Asep.

Lebih lanjut, kata Asep, alasan kondisi kegentingan yang memaksa itu juga telah dinilai secara objektif oleh DPR RI.

"Bahwa adanya kegentingan yang memaksa tersebut telah dinilai secara objektif oleh DPR melalui pengesahan Perppu 2 tahun 2022 menjadi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023," ucapnya.

Sehingga, Asep meminta, para pemohon tidak mempermasalahkan lagi soal alasan kondisi kegentingan yang memaksa, sebagai dasar penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

"Sehingga tidak sepatutnya bagi para pemohon mempermasalahkan adanya unsur kegentingan yang memaksa dalam penerbitan Perppu 2 tahun 2022," ucapnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) RI akan menggelar agenda sidang lanjutan uji formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, Kamis (6/7/2023) besok.

Baca juga: Partai Buruh Tantang Menko Perekonomian dan Anggota DPR Hadir dalam Sidang Uji Formil UU Cipta Kerja

Hal ini terkait gugatan judicial review UU Cipta Kerja yang diajukan Partai Buruh, beberapa waktu lalu.

"Kamis, 6 Juli 2023. 50/PUU-XXI/2023 Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang," dikutip dari laman resmi mkri.id, Rabu (5/7/2023).

Sidang uji formil UU Cipta Kerja itu dijadwalkan digelar pukul 11.00 WIB, di Gedung MKRI 1.

Adapun sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan DPR RI dan Presiden, sebagai pemberi keterangan sekaligus pembentuk Undang-Undang.

Sebagai infromasi, gugatan uji formil UU Ciptaker diajukan oleh Partai Buruh dan terdaftar dengan Nomor 50/PUU-XXI/2023.

Dalam permohonannya, Partai Buruh menyampaikan, penetapan UU Cipta Kerja yang tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat