androidvodic.com

Ray Rangkuti: Pembatasan Masa Jabatan Legislator Baiknya Diatur dalam AD/ART Partai Politik - News

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, batas masa jabatan legislator baiknya tidak diatur dalam konstitusi, tapi AD/ART partai politik (Parpol).

Ray Rangkuti mengatakan dalam demorkasi, pembatasan masa jabatan sebaiknya dilakukan untuk tujuannya menjamin kebebasan orang lain dan menjamin ketertiban sosial.

"Karena cara pandangnya begitu. Maka pertanyaannya adalah, apa urgensinya membatasi masa jabatan anggota DPR itu kalau tidak terkait pada gangguan keamanan sosial. Kedua, tidak mengurangi hak asasi manusia yang lain. Kalau saya melihat pembatasan itu ada hubungannya dengan 2 hal itu," kata Ray Rangkuti saat dihubungi News, Sabtu (12/8/2023).

Meski demikian, Ray Rangkuti mengatakan, pada kenyataannya di Indonesia, terjadi kemandekan politik, di mana sirkulasi kepemimpinan sangat lambat terjadi.

"Dan orang juga akan sangat kesulitan untuk mendapatkan aktor-aktor baru di dalam politik," katanya.

Baca juga: Aturan Masa Jabatan Legislator Digugat ke MK, Pengamat: Jabatan Itu Enak, Mereka Tidak akan Mau

Karena itu, dalam situasi ini, Ray menilai, dua hal yang perlu dilakukan untuk mendorong sirkulasi kepemimpinan yang sehat.

Pertama, Ray menuturkan, mendorong penguatan kebijakan batas masa jabatan anggota DPR, DPD, dan DPRD di dalam internal parpol.

"Bagi saya ada dua. Satu adalah mendorong proses penguatan kebijakan di dalam internal partai politik. Bahwa mereka yang sudah menjabat setidaknya dua kali di dalam DPR, untuk tidak diprioritaskan sebagai anggota DPR periode berikutnya," jelas Ray.

Kedua, menurutnya, dengan menerbitkan lebih khusus kriteria-kriteria calon anggota legislatif.

Baca juga: Masa Jabatan Anggota DPR, DPD, dan DPRD Digugat ke MK, Cukup Dua Periode

"Yang sudah pernah dinonaktifkan oleh DPR, itu mestinya tidak boleh lagi dicalonkan, termasuk di antaranya mantan napi koruptor. Itu semestinya tidak dicalonkan lagi," ucap Ray.

"Intinya adalah, pembatasan itu tidak di Undang-Undang, enggak di konstitusi kita. Tapi pembatasan itu ada di internal parpol sendiri. Ya di konsensus partai politik, salah satunya itu AD/ART," sambungnya.

Lebih lanjut, ia juga menyatakan menolak minimal usia capres-cawapres 40 tahun dan parlementary threshold.

Sebab, menurutnya, kedua aturan tersebut tidak sesuai dengan prinsip pembatasan yang baik dilakukan di dalam demokrasi.

"Makanya saya juga menolak 40 tahun usia capres cawapres. Menolak parlementary threshold. Karena enggak berhubungan dengan dua hal yang prinsip itu, yaitu menjaga hak asasi manusia yang lain, tidak terganggu oleh kebebasan yg dimiliki oleh orang lain. Kedua, tidak mengganggu kemanan publik," jelas Ray.

"Oleh karena itu saya menolak pembatasan-pembatasan itu. Tapi bisa diatur, salah satunya adalah merupakan konsensus parpol," lanjutnya.

Pandangan Ray Rangkuti tersebut menyikapi adanya gugatan terhadap Pasal 240 ayat (1) dan Pasal 258 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun kedua pasal tersebut mengatur persyaratan menjadi calon anggota legislatif (caleg) di DPR, DPD, dan DPRD.000

Penggugat menginginkan adanya batasan periode masa jabatan anggota legislatif dalam syarat pemilihan calon legislator di DPR, DPD, dan DPRD, yaitu hanya boleh menjabat pada jabatan yang sama selama dua periode.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat