androidvodic.com

Bivitri Susanti: Hampir Semua UU Dalam Tiga Tahun Terakhir Digugat ke Mahkamah Konstitusi - News

News, JAKARTA - Pakar Hukum Bivitri Susanti mengungkapkan hampir semua Undang-undang yang disahkan oleh DPR mendapatkan penolakan dalam tiga tahun terakhir ini.

Dirinya menilai hal ini terjadi karena minimnya saluran masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya ke lembaga legislasi.

Hal ini, menurut Bivitri, yang membuat banyak undang-undang yang digugat ke Mahkamah Konstitusi.

"Sebenarnya saluran kita banyak tapi sekarang tertutup, buktinya apa. Lihat legislasi yang keluar paling tidak tiga tahun belakangan. Berapa yang ditolak, berapa banyak dibawa ke MK, hampir semua," ujar Bivitri dalam Diskusi OTW 2024: Nyawa Demokrasi dan Ekonomi di Tangan Jokowi di Dapur Nusantara Menza, Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Bivitri menyontohkan dirinya beberapa kali menjadi ahli dalam proses uji materi legislasi di Mahkamah Konstitusi.

Pengajuan uji materi, kata Bivitri, kerap dilakukan oleh elemen masyarakat.

Namun acap kali mendapatkan penolakan dari Mahkamah Konstitusi.

"Saya baru empat minggu lalu jadi ahli untuk UU Cipta Kerja yang berasal dari Perppu. Sebelumnya saya juga yang UU Cipta Kerja yang sebelumnya. Sebelumnya saya juga di UU tentang peraturan pembentukan UU yang diprotes. Semuanya tanpa partisipasi. Semuanya ke MK sudah ditolak," ungkap Bivitri.

Menurut Bivitri, saluran formal bagi masyarakat untuk mengajukan aspirasinya seakan tertutup.

Saat ini, Bivitri menilai hanya masyarakat yang memiliki koneksi dengan wakil rakyat yang bisa menyampaikan aspirasinya.

"Seakan saluran formal itu, walaupun di dalam situ informal, misalnya kita dengan ketemu dengan wakil rakyat tertentu nyaris tertutup. Kecuali kalau kita punya koneksi tertentu uang punya relasi kuasa yang kuat," ungkap Bivitri.

Baca juga: MK Tolak Uji Materi UU LLAJ, Hakim Sebut Pemohon Tak Punya Kedudukan Hukum

Selain itu, Bivitri menilai upaya masyarakat menyuarakan lewat demonstrasi dan media sosial juga ditekan oleh Pemerintah.

"Kemudian jadi saluran alternatifnya kita bisa turun ke jalan atau bicara di media sosial. Apapun tapi berpendapat, itu pun sedang sangat ditekan," pungkas Bivitri.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat