androidvodic.com

Sejumlah Tokoh Sampaikan Maklumat Juanda, Kritisi Situasi Politik dan Kepemimpinan Nasional - News

Laporan Wartawan News, Chaerul Umam

News, JAKARTA - Sejumlah tokoh yang terdiri dari beragam latar belakang yakni aktivis, akademisi, agamawan, budayawan, hingga wartawan menyampaikan Maklumat Juanda, mengkritisi situasi politik dan kepemimpinan nasional. 

Pernyataan itu disampaikan di Jalan Juanda, Jakarta, Senin (16/10/2023).

Mereka menyoroti perilaku elite politik dalam proses pemilihan presiden dan pemilihan umum 2024 yang mengabaikan kepatutan politik.

Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang berarti kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

"Kehadiran kita hari ini juga menyoroti deretan masalah yang merugikan demokrasi dan kehidupan kita sebagai bangsa," kata seorang inisiator Maklumat, Erry Riyana.

Sementara itu, Juru Bicara Maklumat, Usman Hamid, menambahkan banyak kebijakan pemerintah dibuat tanpa menyerap sungguh-sungguh aspirasi rakyat. 

"Orientasi kebijakan menguntungkan oligarki daripada rakyat yang sebagian masih menghadapi kemiskinan dan tersingkir oleh kebijakan ekonomi. Sementara penyelesaian pelanggaran HAM berat berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang oleh kompromi politik jangka pendek," ujar Usman. 

Berikut isi Maklumat Juanda yang dibacakan oleh Usman Hamid.

Maklumat Juanda 2023: Reformasi Kembali ke Titik Nol

Reformasi kembali ke titik nol. Mundurnya Reformasi ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti. Reformasi dan Demokrasi yang kita tegakkan bersama dalam 25 tahun terakhir, dikhianati. 

Kedaulatan rakyat disingkirkan. Ruang publik dipersempit, oposisi menjelma aliansi kolusif, lembaga anti-korupsi dilemahkan, dan kekuatan eksekutif ditebalkan. Yang menentukan nasib kita: kekuasaan pemimpin nasional dan para majikan partai.

Penguasa menyalahgunakan demokrasi melalui peraturan perundang-undangan, mulai dari Revisi UU KPK, KUHP, hingga UU Cipta Kerja. Konflik kepentingan pejabat kabinet sangat kuat. Prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar di era rezim Soeharto. Penyelesaian pelanggaran HAM berat berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang oleh kompromi politik jangka pendek. 

Politik dinasti terasa kental ketika Presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri. Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak Kepala Negara/Presiden yang berkuasa. 

Presiden pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga. 

Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor. 

Kami memergoki perilaku politik yang nista dari penguasa dan kalangan atas ini. Ukuran moral, tentang yang adil dan tidak adil, yang patut dan tidak patut telah hilang. Perilaku yang nista itu adalah kolusi dan nepotisme yang dirobohkan oleh gerakan reformasi, seperempat abad lalu.

Itu sebabnya di sini kami, sejumlah warga negara dari pelbagai kalangan, bersuara. Indonesia memerlukan politik yang diabdikan untuk kedaulatan rakyat. 

Kami mendesak para pemimpin bangsa, terutama Kepala Negara, Presiden Jokowi, agar memberi teladan, dan bukan memberi contoh buruk memperpanjang kebiasaan membangun kekuasaan bagi keluarga. 

Dibacakan di Jalan Juanda, Jakarta
Hari ini, Senin, 16 Oktober 2023

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat